Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi I DPR, Sukamta, berpendapat temuan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (Kemenlu AS) bahwa aplikasi PeduliLindungi dalam daftar pelanggaran HAM di Indonesia karena menyimpan data pribadi masyarakat, perlu disikapi dengan jernih.
Sukamta memaparkan, setidaknya ada dua hal yang perlu dilakukan. Pertama, mendorong pihak LSM yang melaporkan kepada Kemenlu AS untuk menjelaskan secara rinci apa yang jadi temuannya itu.
“Di bagian mana aplikasi PeduliLindungi dianggap melanggar hak asasi manusia? Karena dalam laporan LSM tersebut, hanya disebutkan PeduliLindungi mengumpulkan informasi dan bagaimana data tersebut disimpan dan digunakan pemerintah,” kata Sukamta dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (16/4/2022).
Kedua, terlepas dari benar-tidaknya laporan tersebut, semua pihak khususnya pemerintah, harus selalu dapat menjamin terwujudnya pelindungan data pribadi yang kuat. Termasuk membuat regulasi yang kuat dan pengawasan yang ketat, karena sudah terbukti data-data E-hac bocor.
Sebab, pemerintah sejak awal senantiasa berjanji untuk menjamin pelindungan data pribadi masyarakat yang menggunakan aplikasi tersebut.
“Dan jika ternyata memang nantinya terbukti ada pelanggaran HAM seperti yang dituduhkan Kemenlu AS, maka pemerintah RI musti legowo untuk menindaklanjuti temuan tersebut dengan memperbaiki dan memperkuat aplikasi tersebut agar tidak terjadi kebocoran data lagi,” ujarnya.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini sejak awal concern dan terus mengingatkan akan pentingnya pelindungan data pribadi dalam PeduliLindungi. Aplikasi ini penting dalam hal menekan laju penyebaran Covid-19. Teknologi dan fitur-fitur di dalamnya perlu terus diperbaiki dan disempurnakan, khususnya dalam hal keamanan siber dan pelindungan data pribadinya.
Sebab itu, Sukamta juga terus mengingatkan pentingnya RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) serta RUU Pelindungan Data Pribadi (PDP).
Terkait RUU PDP, kami sudah mulai kembali membahasnya di Komisi I DPR. Melihat kasus-kasus dan dugaan-dugaan yang terjadi belakangan ini, maka semakin menambah keyakinan kami bahwa Otoritas PDP harus independen, bukan sebuah lembaga/badan yang berada di bawah Kementerian, karena sebetulnya pemerintahlah yang justru sering mendapat serangan siber terhadap sistem datanya,” jelas wakil rakyat dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini. (Bie)