Jakarta, JurnalBabel.com – Komisi XI DPR RI mengadakan Rapat kerja dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas pada Senin (13/6/2022), membahas Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Rencana Kerja dan Program (RKP) Kementerian PPN/Bappenas tahun 2023.
Dalam rapat ini, anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Anis Byarwati, menyampaikan pandangan dan catatannya. Pertama, legislator dari Jakarta Timur ini menyoroti tentang ekonomi hijau dengan pembangunan rendah karbon (PRK) dan berketahanan iklim (BI).
Dalam paparan yang disampaikannya, Menteri PPN/Kepala Bappenas menyampaikan bahwa output dari ekonomi hijau ini adalah pertama, pengembangan kebijakan PRK dan PBI untuk masuk dalam penyusunan RPJPN, RPJMN dan RKP.
Output kedua, pengembangan sector yang lebih detail: sector energi, limbah, pertanian, kehutanan,6 transportasi, serta kelautan dan pesisir, air, pertanian dan Kesehatan.
Anis menanggapi dengan mengatakan bahwa seharusnya, agro maritim menjadi fokus pembangunan berkelanjutan karena sektor ini terus tumbuh bahkan dalam situasi krisis.
“Agro6 maritim ini tahan banting dan menjadi leading sektor dalam perekonomian6 nasional,” kata Anis.
Sebagian besar provinsi di Indonesia, Gross domestic product (GDP) nya didominasi oleh sector pertanian dan kelautan. Oleh karena itu, Anis menekankan agar Bappenas memiliki grand desain perencanaan nasional terkait dengan pendekatan baru yang dilakukan terhadap sektor agro maritim. Perencanaan tersebut dengan menggunakan transformasi ekonomi digital dan ekonomi hijau yang tentunya membutuhkan pendekatan baru.6
Wakil ketua Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini secara khusus memberikan apresiasi kepada Bappenas terutama terkait integrated digital office.
Anis menilai hal ini merupakan pendekatan yang luar biasa dan respon yang tepat terhadap perkembangan. Namun, Anis menekankan bahwa dampak dari integrated digital office ini harus efisiensi terutama dari sisi biaya. Bappenas perlu membuat perbandingan efisiensi ini antara sebelum dan sesudah penerapan integrated digital office.
“Sehingga bisa terukur, sejauh mana signifikansi dalam efisiensi biaya yang digunakan. Apakah berkurang atau malah bertambah,” tegasnya.
Hal-hal terkait lain menurut Anis perlu diperhatikan juga. Seperti reformasi birokrasi dan efisiensi tenaga kerja karena penerapan system baru membutuhkan reformasi birokrasi. Agar dapat terlaksana cara kerja baru yang lebih efisien dan berbasis teknologi dengan tetap mempertahankan produktivitas dan meningkatnya kualitas pelayanan kepada publik.
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini juga menyoroti masalah Ibu Kota Nusantara (IKN) yang perkembangan capaian tahun 2022 hanya berupa lahirnya 1 Undang-undang, 1 Peraturan Pemerintah dan 4 Peraturan Presiden.
“Pemerintah perlu menghitung ulang, menyesuaikan, dan bahkan menunda anggaran untuk IKN. APBN tahun 2023 perlu untuk difokuskan kepada kebutuhan yang penting dan mendesak terkait dengan tantangan global dan pelemahan kondisi ekonomi. Selain itu Anggaran IKN menjadi tidak prioritas karena tidak mendesak dan dapat dilakukan dalam jangka panjang (multiyears),” tutup Anis. (Bie)