Jakarta, JurnalBabel.com – Ketua Komisi VIII DPR, Ashabul Kahfi, menyoroti Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 68 Tahun 2015 terkait pemilihan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) oleh Menteri Agama (Menag).
Ia menyarankan pemilihan rektor kembali ke sistem lama.
“PMA bisa menjadi sorotan agar dicabut dan dikembalikan pada sistem lama dengan kekuatan senat untuk memilih rektor, dan Menteri Agama hanya mengesahkan saja,” kata Kahfi kepada wartawan, Selasa (15/11/2022).
Menurutnya, jika tidak dicabut, PMA ini bisa dipertentangkan dengan visi Kementerian Agama.
“Ini bisa diperhadapkan dengan visi Kementerian Agama yang moderasi beragama tapi tidak demokrasi di perguruan tinggi Islam,” ujarnya.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan penentuan rektor di UIN yang diatur dalam PMA seharusnya membuka ruang demokrasi dan jauh dari kepentingan politik pragmatis. Dia menyebut PMA itu menyalahi semangat demokrasi.
“PMA dalam menentukan rektor di UIN semestinya membuka ruang demokrasi seluas-luasnya agar dapat terpilih rektor yang cakap, berintegritas dan jauh dari kepentingan pragmatis. Selama mengacu ke PMA, tentu legal, tapi menyalahi semangat demokrasi,” jelasnya.
Ia mengungkapkan mekanisme pemilihan rektor seperti ini sudah lama menjadi isu yang meresahkan bagi kalangan di UIN. Dia mewanti-wanti kerawanan adanya transaksi dalam mekanisme tersebut.
“PMA ini sudah lama menjadi isu di UIN dan meresahkan sivitas akademika. Senat PT hanya menyeleksi calon, dan Kementerian Agama yang melakukan uji kelayakan dengan memaparkan visi-misi dan bisa menjadi ruang transaksi di sini,” katanya.
Dengan demikian, legislator asal Sulawesi Selatan ini mengatakan pihaknya bakal menindaklanjuti hal ini dengan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
“Insya Allah kami akan komunikasikan ke Menteri Agama,” katanya.
Sekedar informasi, PMA 68 Tahun 2015 mengatur bahwa pemilihan Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan (PTK) dilakukan melalui tiga tahap utama, yakni:
1. Penilaian Administrasi dan Kualitatif
Tahap ini dilaksanakan oleh senat PTK. Hasil dari proses yang berlangsung di senat, kemudian dikirim ke Kemenag
2. Fit and Proper Test
Tahap kedua adalah fit and proper test. Tahap ini dilakukan Komsel untuk menetapkan para calon yang sebelumnya diseleksi senat PTK.
Calon kemudian diseleksi menjadi tiga besar. Hasil fit and proper test dari Komsel ini selanjutnya disampaikan ke Menag
3. Menag Memilih Rektor PTK
Terakhir, Menag memilih satu dari tiga nama yang diusulkan Komsel.
(Bie)