Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati, meminta pemerintah melakukan pengkajian yang matang terkait wacana kenaikan tarif cukai hasil tembakau tahun 2023-2024.
Menurut Anis, hal ini bisa berpengaruh banyak pada penerimaan negara dan juga tenaga kerja di industri rokok, mengingat sampai saat ini cukai hasil tembakau masih menjadi sumber penerimaan negara terbesar dibanding cukai lainnya.
“Ketika akan dilakukan kenaikan tarif cukai, tentu harus dipikirkan dengan matang karena bagaimanapun kita harus mempertimbangkan berbagai sisi, di samping industri ini banyak sekali menyerap tenaga kerja, utamanya perempuan. Kemudian juga industri ini menyumbang penerimaan negara yang begitu besarnya. Jadi memang kita minta pemerintah harus bisa mempertimbangkan keseimbangan antara sisi kesehatan itu juga penting, bagaimana konsumsi rokok kalangan anak-anak itu harus dibatasi dan tapi juga bagaimana peran negara dari cukai itu belum ada penggantinya,” jelas Anis saat ditemui usai rapat Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan RI di Gedung Nusantara I, Jakarta, Senin, (12/12/2022).
Menurut Anis, hal ini memang masih menjadi dilema, karena jika dinaikan tentu akan berdampak pada petani, pekerja di industri tembakau, dan secara tidak langsung akan berpengaruh pada perekonomian banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada industri tembakau.
“Ketika dilakukan kenaikan tarif, yang akan berdampak adalah industrinya, nanti arahnya kepada petaninya. Petani tembakau akan terkena imbasnya. Maksudnya dari kenaikan inikan untuk mengendalikan konsumsi tapi dari yang dipaparkan ternyata tidak signifikan, kenaikan cukai itu tidak semerta-merta menurunkan konsumsi rokok dan itu didukung oleh beberapa hasil survei,” papar Politisi Fraksi PKS ini.
Diakhir, Anis meminta pemerintah juga memperhatikan terkait peluang munculnya rokok-rokok ilegal dampak dari kenaikan tarif cukai hasil rokok nantinya.
Untuk itu, Anis meminta pemerintah membuat roadmap terkait roadmap transformasi tentang industri hasil tembakau agar mempermudah gambaran dalam mengambil keputusan dengan pertimbangan-pertimbangan yang sudah disampaikan dalam hasil rapat bersama Komisi XI.
“Produk rokok ini sudah menjadi produk inelastis, berapapun harganya ternyata orang tetap konsumsi. Ketika penghasilannya tinggi, dia (pembeli) mampu membeli merek yang dia pilih, ketika dia tidak mampu dia akan beralih ke rokok yang lebih murah, dan kemudian ini akan memunculkan (peluang) rokok ilegal, dan ini juga menjadi PR besar,” pungkasnya.
(Bie)