JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR, Irma Suryani Chaniago, mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) segera merespons cepat perintah Presiden Jokowi yang tidak berkenan melihat Kemenkes memberikan bantuan berupa biskuit untuk pencegahan kasus stunting anak. Apalagi Jokowi sudah mengultimatum jika di tahun depan angka stunting harus sudah turun di bawah 14 persen.
“Tentunya kritik keras Jokowi kepada Kemenkes harusnya menjadi bahan evaluasi mereka. Sesungguhnya biskuit balita, anak sekolah dan ibu hamil cukup baik untuk penambah gizi, hanya saja biskuit produksi 2019 memang buruk kualitasnya,” kata Irma Suryani, Rabu (25/1/2023).
Hal itu disampaikan Irma terkait dengan Presiden Jokowi mewanti-wanti Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak lagi memberikan bantuan berupa biskuit untuk pencegahan kasus stunting anak. Ia menekankan asupan makanan perlu melihat kandungan gizi, hingga sebaiknya mengonsumsi protein hewani dan mengultimatum Kemenkes agar di tahun 2024 angka stunting bisa berada dibawah 14 persen.
Wanita akrab disapa Uni Irma ini pun juga heran, saat rapat dengen Kemenkes waktu itu mereka bangga dengan hasil penurunan angka stunting anak yang hanya turun 3 persen dari 24,4 persen menjadi 21,4 persen. Namun pada kenyataannya saat dicek di lapangan hal itu berbeda dengan apa yang dilihat Jokowi.
“Terus terang kami (Komisi IX) sebagai mitra kerjanya heran dan merasa ajaib ketika Menkes bilang angka stunting turun 3 persen dan sekarang di posisi 21,6 persen. Ini survei dari mana? Wong pola konsumsi anak saja masih kasih bikusit bukan makan-makanan berprotein, memangnya Menkes ini kurang cerdas ya,” tegas politikus Partai NasDem ini.
Irma menilai, jika Menkes betul-betul ingin membuat program bermanfaat untuk ibu hamil dalam mencegah stunting, kenapa tidak bagikan susu ataupun ikan kalengan seperti makarel supaya bisa dikontrol dalam rangka meminimalisir pengadaan dan pendistribusiannya agar tidak jadi bancakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawa,b apalagi di tahun politik seperti ini.
“Kami tahu persis kontrol pusat ke daerah terkait program stunting sangat lemah. Bayangkan bagaimana rumitnya pengadaan telur dan lalu pendistribusiannya. Pemda pun begitu harus punya gudang dan satu lagi yang dipikirkan biaya pendistribusiannya, jangan sampai nanti jadi bahan bancakan lagi di tahun politik ini,” ujar legislator dapil Sumsel II ini.
Diketahui, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut angka stunting menjadi 21,6 persen di tahun 2022 menandakan penurunan tercatat lebih dari 3 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
“Dari 2021 survei kita 24,4 persen, angkanya turun ke 21,6 persen,” kata Menkes dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (24/1/23).
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kurang gizi dalam jangka waktu lama, paparan infeksi berulang, dan kurang stimulasi. Efek stunting bisa mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya. (Bie)