Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat, Santoso, merespons laporan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia turun dari 34 di tahun 2021 menjadi 38 di tahun 2022 seperti yang dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII) pada akhir bulan lalu. Skor 34 ini menempatkan Indonesia berada di rangking 110 dari 180 negara.
Menurutnya, terjadi penurunan IPK Indonesia terendah sejak reformasi itu menunjukkan bahwa masalah korupsi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
“Warning untuk Indonesia alias lampu merah tentang masalah korupsi. Peringkat menurun sampai dengan 4 angka itu menunjukkan bahwa Indonesia gagal dalam upaya pemberantasan korupsi,” kata Santoso dikutip dari kumparan.com, Sabtu (4/2/2023).
Instrumen penilaian IPK, kata Santoso, memang bukan hanya diambil dari tindak pidana korupsi saja. Namun juga diambil dari faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi indeks peringkat itu.
“Dengan posisi yang turun itu seharusnya menjadi atensi bersama bagi penegak hukum kita. Jangan lagi penanganan pemberantasan korupsi dilakukan secara ego sektoral. Tidak sinergis antara penegak hukum yang satu dengan yang lainnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Santoso menjelaskan penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi di Indonesia menjadi kewajiban pemerintah. Rumpun eksekutif institusi pemberantasan itu di antaranya adalah KPK, Kejaksaan, dan Polri.
“Ketiga institusi itu dua berada di bawah presiden yaitu Polri, Kejaksaan serta KPK yang merupakan lembaga independen anti rasuah,” jelasnya.
Santoso menambahkan, ketiga lembaga tersebut harus bersatu padu bekerja dengan sinergi dan adanya arahan yang kuat dari presiden selaku kepala pemerintahan. Selain itu, DPR secara intens juga harus mengawasi dan mengevaluasi kinerja KPK.
“Apa pun posisi ketiga lembaga itu tujuannya adalah bagaimana korupsi di Indonesia makin berkurang dan uang negara dapat diselamatkan dari pelaku koruptif penyelenggara negara,” pungkasnya. (Bie)