Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak, mendesak pemerintah melakukan moratorium atas proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City Kepulauan Riau.
Menurutnya, pemerintah harus menghentikan upaya pengosongan lahan dan relokasi warga hingga duduk perkaranya jelas dengan solusi yang adil baik bagi warga maupun BP Batam dan investor.
“Tarik dulu semua aparat, selesaikan permasalahan secara damai dan adil,” tegas Amin Ak dalam keterangan tertulisnya, Selasa (19/9/2023).
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan di lapangan, warga Pulau Rempang sejatinya tidak anti investasi, namun mereka hanya memperjuangkan hak-hak mereka atas tanah yang sudah mereka diami secara turun temurun.
Amin berpandangan, Proyek Eco City di Pulau Rempang yang ditetapkan sebagai PSN berpotensi merampas ruang hidup masyarakat. Relokasi yang direncanakan pemerintah justru mencabut mata pencaharian mereka.
“Investasi itu bertujuan untuk kesejahteraan rakyat, bukan investor. Pemerintah harusnya mendorong investor untuk memperhatikan, memastikan jaminan dan perlindungan bagi masyarakat yang terdampak dari praktik bisnis tersebut,” kata Amin.
Dengan Kawasan kampung hunian yang hanya seluas 1.000 hektare dibandingkan luas kawasan Pulau Rempang 17.000 hektare, kata Amin, menjadi aneh jika harus mengusir mereka. Jauh akan lebih baik, lanjutnya, jika masyarakat diintegrasikan dalam PSN tersebut dengan memprioritas lapangan pekerjaan maupun dampak ekonomi investasi kepada rakyat setempat.
“Presiden Joko Widodo menjanjikan pemberian sertifikat bagi lahan yang ditempati Pulau Rempang. Lebih baik tunaikan janji itu, dan integrasikan kawasan pemukiman warga sebagai bagian dari Kawasan PSN Eco City,” ujar Amin.
Legislator asal Jawa Timur ini mengatakan, perlawanan yang dilakukan rakyat di Pulau Rempang semata-mata karena mereka ingin mempertahankan kehidupan mereka. Sayangnya Pemkot Batam/BP Batam mengerahkan aparat secara berlebihan dan terkesan menghadap-hadapkan aparat yang terdiri dari Satpol PP, POLRI dan juga TNI dengan rakyatnya sendiri.
Tidak sedikit warga yang ditangkap. Padahal Pasal 66 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 secara jelas menyatakan setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
“Karena itu saya mendesak agar PSN di Pulau Rempang ini dimoratorium sampai dicapai kesepakatan yang adil bagi rakyat Pulau Rempang,” tegasnya kembali.
Jika pemerintah beralasan dikejar tenggat waktu sehingga pengosongan harus dilakukan secepatnya, bahkan terakhir ada ultimatum sebelum 28 September sudah dikosongkan, justru ini dinilai Amin menjadi aneh. Investasi sejenis oleh investor yang sama di Gresik yang sudah lebih dahuu ditandatangani, sampai saat ini tak kunjung dikerjakan.
“PT Xinyi Glass Indonesia juga sudah membangun pabrik kaca USD 700 juta tahun lalu di Gresik Industrial Park sampai saat ini progresnya belum jelas. Saat evaluasi di Pulau Rempang dilakukan, sambil menunggu selesai, pemerintah bisa mendorong realisasi investasi Xinyi di Gresik,” pungkasnya.
(Bie)