Jakarta, JurnalBabel.com – Wakil Ketua Komisi III DPR, Pangeran Khairul Saleh, memberikan apresiasi karya Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat Hinca Pandjaitan yang menerbitkan buku dengan judul “Keadilan Belum Terkubur”.
Buku tersebut juga diberikan secara langsung oleh Hinca Pandjaitan kepada Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Sugiyanto, saat rapat kerja Komisi III DPR dengan MA, Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY) di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/6/2024).
Buku itu juga salah satunya mengulas soal pengusaha daerah asal daerah pemilihan Khairul Saleh, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Almarhum Haji Asri selaku pemilik tambang PT Gunung Bayan Pratama Coal.
Khairul Saleh mengatakan, telah terjadi perjanjian penjualan saham PT Gunung Bayan Pratama Coal oleh Haji Asri pada 27 November 1997, kepada orang terkaya di Indonesia saat ini yang juga pendiri Bayan Resources, Low Tuck Kwong, senilai Rp5 Miliar dengan pembayaran secara bertahap.
Saat memasuki pembayaran ke 5 dan 6, lanjut Khairul Saleh, Low Tuck Kwong mencari-cari alasan supaya tidak melunasi sesuai perjanjian. Low Tuck Kwong beralasan bahwa sisa pembayarannya telah dialihkan ke pembayaran pajak perusahaan sebesar Rp1,5 Miliar. Padahal yang berhutang pajak itu adalah Low Tuck Kwong.
“Ini keluarga almarhum sudah 26 tahun nih pak menuntut keadilan, menjual kepada orang yang sekarang orang terkaya nomor 1 di Indonesia. Nah rupanya transaksi jual belinya nggak lunas, nggak bayar, jadi mereka menuntut keadilan,” kata Khairul Saleh.
Lebih lanjut Khairul Saleh mengungkapkan, Alm Haji Asri sempat ditahan 82 hari di Bareskrim Polri. Namun karena Haji Asri tidak salah, dibebaskan oleh Pengadilan Negeri dengan bebas murni dan dikuatkan dengan keputusan kasasi di MA.
“Terjadi keanehan dalam putusan hakim MA, pada satu sisi membebaskan pidana Haji Asri dalam perkara kewajiban pajak, tetapi mengalahkan Haji Asri dalam perkara pidana menyangkut pajak tersebut,” ungkapnya.
Selanjutnya pada 2023, ahli waris keluarga almarhum Haji Asri mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA yang sampai saat ini tersendat di MA. Alhasil, timbul pertanyaan apakah Low Tuck Kwong benar telah melunasi seluruh hutangnya sesuai perjanjian 27 November 1997? Apakah Low Tuck Kwong berhak untuk mengalihkan pembayaran hutang kepada kantor pajak? Bisakah MA menjadi menjadi benteng terakhir untuk pencari keadilan?
“Nah jadi keluarga ini sudah 26 tahun menuntut keadilan terhadap kasus ini. Mereka melapor kepada Komisi III. Nah saya berharap jangan sampai keadilan ini terkuburnya di MA. Yang kita tahu semua hakim MA sudah hampir semua 90 persen sudah bagus-bagus. Nah jadi mohon ini atensi pak,” pungkas politisi PAN ini. (Bie)