Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi XI DPR Fraksi Gerindra, Wihadi Wiyanto, menilai sorotan Pemerintah Amerika Serikat terhadap implementasi Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) terjadi karena kurangnya informasi yang diterima oleh United States Trade Representative (USTR).
“Jadi review yang dilakukan, yang disoroti USTR itu hanya kurangnya transparansi dan konsultasi, tetapi itu oleh Bank Indonesia juga dikatakan bahwa sudah ada sebenarnya,” kata Wihadi dikutip dari akun instagramnya, Kamis (1/5/2025).
Sebagaimana diketahui, QRIS dan GPN menjadi perhatian Pemerintahan Presiden AS Donald Trump dalam dokumen Foreign Trade Barriers yang dirilis USTR pada akhir Februari 2025. Kedua sistem pembayaran itu dinilai sebagai bentuk hambatan perdagangan non-tarif terhadap perusahaan asal Amerika Serikat seperti Visa dan Mastercard.
Namun menurut Wihadi, sistem pembayaran nasional seperti QRIS dan GPN memiliki karakteristik berbeda dengan layanan milik perusahaan asing tersebut.
“Kalau kita bicara QRIS, basic-nya adalah debit, kalau Master dan Visa, basic-nya adalah credit card. Nah ini sudah berbeda. Jadi ini kalau saya melihat ini justru ada yang membuat beritanya menjadi simpang siur,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa pelaksanaan QRIS bersifat inklusif dan tidak diskriminatif karena dapat digunakan oleh seluruh industri jasa keuangan di Indonesia.
“Dan mereka melakukan pembayaran itu dengan basicnya adalah debit, kalau tidak ada saldo yang QRIS-nya tidak akan berjalan. Tapi kalau kita bicara Master dan Visa, berbeda lah ini,” tuturnya.
Wakil Ketua Banggar DPR ini menduga kekeliruan persepsi USTR disebabkan oleh kurangnya pemahaman terhadap mekanisme dan cakupan layanan dari sistem pembayaran nasional Indonesia.
“Jadi bisa saja bahwa review-review yang dilakukan oleh USTR itu terjadi karena hal-hal yang mereka kurang informasi,” tegasnya.