Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VI DPR, Sartono Hutomo, meminta pemerintah memperhitungkan dengan cermat dan matang sebelum resmi mengalihkan impor minyak mentah (crude oil) dan bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura ke Amerika Serikat (AS).
Ia memahami, rencana yang dicanangkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM Bahlil Lahadalia tersebut berkaitan dengan ketahanan energi nasional.
“Terkait rencana pengalihan impor minyak mentah ke Amerika Serikat, kami ingin menegaskan bahwa setiap langkah strategis semacam ini harus diperhitungkan secara cermat dan mendalam,” tegas Sartono kepada wartawan di Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Sartono mengingatkan, dalam konteks geopolitik global yang sedang dipengaruhi oleh perang tarif dan ketegangan internasional, pemerintah harus menghitung secara menyeluruh termasuk potensi risiko jangka panjang.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah harus memperhitungkan long journey direct import yang akan berdampak pada stabilitas pasokan, jalur logistik, dan bahkan premi asuransi yang bisa sangat mahal akibat tingginya tingkat risiko di jalur pengiriman tertentu.
“Apalagi dalam situasi global yang tidak stabil, rantai pasok bisa terganggu sewaktu-waktu,” ujarnya.
Politisi Partai Demokrat ini menambahkan, pemerintah juga harus mempertimbangkan kualitas minyak yang akan diimpor dari AS. Sartono mengatakan, apakah minyak dari AS sesuai dengan spesifikasi yang ada karena setiap negara memiliki karakteristik berbeda.
“Minyak mentah dari AS (seperti shale oil) bisa memiliki karakteristik yang berbeda dengan yang biasa diproses di kilang Indonesia, sehingga mungkin perlu modifikasi atau campuran tertentu agar efisien dihitung nilai cost campuranya, supaya tetap mendapatkan harga yang murah dengan kualitas terbaik,” jelasnya.
Sartono berharap, adanya masukan yang konstruktif kepada pemerintah sebelum resmi mengalihkan impor minyak mentah (crude oil) dan bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura ke Amerika Serikat (AS). Hal ini agar setiap keputusan pemerintah tidak diambil secara terburu-buru.
“Kita perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya dilihat dari sisi efisiensi jangka pendek, tetapi juga dari perspektif jangka panjang: apa yang sebenarnya kita dapatkan dari Amerika Serikat dalam skema ini? Apa bentuk bargaining power kita dalam perang tarif ini? Apakah ada klausul strategis yang saling menguntungkan?,” katanya.
Sartono menegaskan, pentingnya sikap kehati-hatian pemerintah agar rencana mengalihkan impor minyak mentah (crude oil) dan bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura ke Amerika Serikat (AS) tidak menggeser mitra tradisional yang selama ini terbukti dan mendukung kebutuhan energi RI secara berkelanjutan.
“Dengan semangat konstitusi, berdikari dalam ekonomi, mengajak semua pihak untuk memastikan bahwa kebijakan energi nasional tetap berpijak pada prinsip kedaulatan dan keberlanjutan jangka panjang,” pungkasnya.