Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi XI DPR Fraksi PKS, Anis Byarwati, merespon penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) oleh Kementerian Keuangan RI beberapa lalu.
Terkait target Pertumbuhan Ekonomi 5,2%-5,8% dirasa terlalu optimis. “Bahkan cenderung terlampau percaya diri (over convidence), proyeksi IMF dan World Bank terhadap perekonomian kita tahun 2026, hanya akan tumbuh sebesar 4,8%, sedikit meningkat dibandingkan proyeksi tahun 2025 sebesar 4,7%,” kata Anis di Komplek Parlemen, Jakarta (24/5/26).
Anis yang merupakan Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi ini juga mengingatkan realisasi Triwulan I 2025 yang lalu perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 4,87% (yoy), melambat dibanding kuartal sebelumnya yang masih tumbuh 5,02 persen.
“Artinya pertumbuhan ekonomi nasional sedang dalam kondisi yang stagnan dan melambat. Jadi dua kondisi ini, hendaknya menjadi perhatian dan ukuran bagi Pemerintah untuk menentukan target pertumbuhan ekonomi kita tahun 2026,” ujarnya.
Meskipun demikian Anis menyebut bisa memahami, menurutnya Pemerintah ingin membangun pandangan dan sikap optimisime bahwasannya perekonomian global dan nasional akan membaik pada tahun 2026.
“Tapi realistisnya target pertumbuhan ekonomi nasional dalam kisaran 5,0% – 5,02% pada tahun 2026,” ungkapnya.
Legislator PKS ini menyebut belum melihat kebijakan efisiensi ini memberikan dampak bagi perekonomian, terutama untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.
“Sebagaimana diketahui, kebijakan efisiensi yang dilakukan oleh Pemerintah tidak difokuskan untuk memperbaiki kualitas pembiayaan dan sektor-sektor pendorong pertumbuhan, tetapi sebagian besar untuk MBG dan Danantara. Jika di tahun 2026 nanti Pemerintah konsisten melakukan kebijakan efisiensi anggaran tidak prioritas dan kemudian diikuti dengan peningkatan kualitas penggunaan anggaran untuk sektor-sektor yang mendorong pertumbuhan, mungkin kita berharap hasilnya akan berdampak bagi pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Anis menganggap sulit untuk bisa tumbuh lebih tinggi, jika tidak ada terobosan dan inovasi yang dikembangkan. Mengingat kondisi perekonomian global saat ini yang masih tidak menentu, ditambah kondisi geopolitik yang sewaktu-waktu bisa pecah peperangan.
Ditambah kondisi ekonomi nasional yang sangat tergantung kepada harga komoditas, penerimaan pajak melambat dan pertumbuhan industri juga tidak menunjukkan pergerakan yang signifikan.
“Penyumbang pertumbuhan praktis sebagian besar di support oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,94% sepanjang tahun. Sektor konsumsi ini berkontribusi 54% terhadap PDB Indonesia, menjadikannya pendorong utama pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.
Legislator Perempuan ini memberikan beberapa saran untuk lembaga eksekutif untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, dengan memperbesar porsi investasi dan ekspor.
“Kuncinya kan ada pada iklim investasi, aturan main yang tidak tumpang tindih, tidak ada pungli. Intinya ada kepastian bagi investor dan pengusaha untuk menanamkan modalnya dan berusaha, perlu ada kerja keras dan kebijakan yang tapat untuk mengatasi persoalan ekonomi kita saat ini. Kita tentu memberikan kesempatan pada Pemerintah untuk bekerja dan membuktikan kebijakannya tepat untuk mengatasi semua persoalan yang ada,” ujarnya.
“Kebijakannya harus tepat baik secara fiskal maupun moneter, kurang lebih 7 bulan usia Pemerintahan seharusnya sudah memiliki konsep dan kerangka yang tepat untuk mengatasi masalah yang ada, mana yang menjadi skala prioritas dan mana yang masih bisa ditunda,” sebut Anggota DPR RI asal Jakarta ini.