Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi I DPR Fraksi Gerindra, Imron Amin, mengecam salah satu televisi Indonesia, TRANS7, dalam program Xpose Uncensored, menayangkan segmen yang menyinggung Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur serta kiai dari pondok pesantren tersebut, Kiai Haji Anwar Manshur.
Tak cuma dari kalangan Lirboyo, segmen yang ditayangkan pada 13 Oktober 2025 itu juga menuai reaksi keras dari masyarakat, terutama komunitas santri yang merasa tersinggung dengan konten tersebut.
Aksi protes tersebut juga memunculkan tagar #BoikotTRANS7 yang bergema di media sosial.
Adapun judul dari salah satu episodenya dinilai provokatif, yakni dengan isi kalimat “Santrinya Minum Susu Aja Kudu Jongkok, Emang Gini Kehidupan Pondok?”.
Imron Amin mengatakan, tidak sepantasnya media massa membuat tayangan provokatif. Seharusnya media mencerdaskan anak bangsa, bukan menjadi alat untuk menghina atau menodai simbol-simbol keagamaan.
Sebab itu, pria yang biasa disapa Ibong ini mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menghentikan siaran tayangan tersebut, hingga mengaudit TRANS7. Pasalnya, tegas Ibong, tayangan tersebut sudah melecehkan dan menghina Kiai dan Santri.
“KPI tidak boleh tinggal diam. Hentikan programnya dan audit Trans7,” tegas Ibong kepada wartawan, Selasa (14/10/2025).
Legislator asal dapil Madura ini pun berpandangan Trans7 ini seperti ingin mengkaburkan sejarah Kiai dan Santri dalam memperjuangkan kemerderkaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Ibong menjabarkan sekaligus mengingatkan beberapa perjuangan Kiai dan Santri tersebut. Pertama, Perang 10 November. Santri dan kiai menjadi tulang punggung pertempuran Surabaya setelah KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan Resolusi Jihad, yang mewajibkan umat Muslim untuk berjihad mempertahankan kemerdekaan.
Kedua, Para santri membentuk laskar rakyat seperti Hizbullah dan Sabilillah yang aktif dalam pertempuran di berbagai daerah, termasuk Srondol dan Ambarawa.
Ketiga, tokoh santri seperti KH. Zainal Mustofa dari Tasikmalaya memimpin perlawanan bersenjata melawan Jepang dan gugur sebagai pahlawan.
Tidak hanya itu, sambung Ibong, beberapa kiai, seperti KH. Wahid Hasyim, berperan penting dalam merumuskan dasar negara dan menyatukan pandangan antara Islam dan nasionalisme.
Selain itu, melalui ormas seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, kiai dan santri berhasil menyatukan dan memobilisasi masyarakat luas untuk berjuang demi kemerdekaan bangsa.
Ketika itu, Pesantren tidak hanya berfungsi sebagai pusat pendidikan agama, tetapi juga menjadi basis perjuangan, tempat persembunyian para pejuang, dan pusat pengkaderan pemimpin perlawanan.
Ibong menambahkan, fatwa jihad yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 menjadi landasan spiritual yang kuat bagi pejuang untuk melawan kembali penjajah yang ingin merebut kemerdekaan Indonesia.
“Dari semua perjuangan yang saya jabarkan, apakah Trans7 sudah melupakan Kiai dan Santri terhadap perjuangan Kemerdekaan RI? Apakah pantas Kiai dan Santri dihinakan seperti itu?,” kata Ibong.
Ibong menandaskan, peristiwa ini tidak boleh terulang dan jadi pembelajaran bagi semua pihak untuk menghormati simbol-simbol keagamaan.
Terkait Trans7 sudah meminta maaf atas tayangan provokatif tersebut, Ibong mengatakan hal itu tidak cukup. Pihaknya di Komisi I DPR yang membidangi masalah penyiaran akan meminta klarifikasi Kementerian Informasi dan Digital (Komdigi) dan KPI terkait peristiwa tersebut.