Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VI DPR, Sartono Hutomo, menyatakan pemberantasan mafia pakaian bekas perlu dibarengi dengan perbaikan struktur industri, efisiensi produksi hingga peningkatan daya saing di dalam negeri.
Ia menilai, tanpa adanya dukungan kebijakan hulu-hilir larangan pakaian bekas dalam karung (balpres ilegal) atau thrifting hanya bersifat sementara.
Demikian hal itu disampaikan Sartono saat memberikan dukungan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya yang menyatakan perang terbuka terhadap praktik impor pakaian ilegal. Tidak lagi sekadar pemusnahan barang, pemerintah kini menyiapkan sanksi tambahan yang jauh lebih berat, termasuk denda dan larangan impor seumur hidup, demi menciptakan efek jera yang maksimal.
“Harus diiringi perbaikan struktur industri, efisiensi produksi, dan peningkatan daya saing. Tanpa dukungan kebijakan hilir-hulu, larangan thrifting hanya bersifat sementara,” kata Sartono wartawan, Kamis (30/10/2025).
Lebih lanjut Sartono mendorong adanya pengetatan pengawasan impor dan menutup celah penyelundupan dengan modernisasi industri tekstil dari hulu ke hilir.
Ia meminta, langkah itu dibarengi dengan perluas pasar ekspor dan daya beli domestik sambil melindungi pekerja dan pedagang kecil terdampak.
“Dalam dua tahun terakhir, sekitar 60 perusahaan tekstil tutup dan 250 ribu pekerja terkena PHK akibat banjir impor murah. Langkah ini diharapkan memberi ruang napas agar industri TPT nasional kembali pulih dan mampu bersaing,” ujarnya.
Politisi Partai Demokrat ini memastikan, Komisi VI DPR RI akan terus menjalankan fungsi pengawasan agar kebijakan ini berjalan sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku, tidak tebang pilih, serta tetap memberi ruang bagi solusi yang adil.
“Kita berharap industri tekstil nasional bisa kembali tumbuh, tetapi juga ada skema transisi yang bijaksana bagi pelaku usaha kecil agar tidak terdampak secara mendadak dan memberikan kesempatan-kesempatan baru agar ekonomi rakyat terus tumbuh,” pungkas legislator asal dapil Jawa Timur ini.
