Jakarta, JurnalBabel.com – Ahli hukum tata negara, Muhammad Rullyandi, menyatakan pentingnya reformasi Polri yang berkesinambungan dan konsisten dalam memisahkan diri dari politik praktis.
Rullyandi menekankan, konsep pembentuk undang-undang telah merumuskan paradigma baru Polri yang jauh dari intervensi politik.
“Ada konsep pembentuk undang-undang yang merumuskan paradigma baru Polri,” kata Rullyandi dilansir, Senin (17/11/2025).
Ia menjelaskan, reformasi Polri dilakukan secara struktural, instrumental, dan kultural, sejalan dengan semangat reformasi yang memisahkan Polri dari TNI. Pemisahan ini merupakan amanah Dwi Fungsi ABRI yang diamanatkan oleh reformasi.
Rullyandi menguraikan, semangat reformasi tersebut diimplementasikan melalui TAP MPR Nomor 6 dan Nomor 7, kemudian ditindaklanjuti dengan Undang-Undang Polri Tahun 2002, serta amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat 4.
“Posisi Polri itu sudah disipilkan. Jelas, Polri tunduk pada peradilan umum,” tegasnya.
Lebih lanjut Rullyandi mengacu pada Pasal 28 Undang-Undang Polri. Pasal 28 ayat 1 menyatakan Polri tidak boleh berpolitik praktis. Ayat kedua, Polri tidak punya hak memilih.
Ia juga menyoroti ayat 3 yang mengatur anggota Polri dapat ditugaskan di luar struktur Polri, namun dengan syarat mengundurkan diri atau pensiun.
“Artinya apa? Ini tidak lepas dari jabatan. Jabatan yang di luar struktur itu adalah jabatan politik praktis,” katanya.
Ia menyimpulkan, seorang anggota Polri ingin menjabat di luar struktur kepolisian, seperti menjadi anggota DPR, DPRD, atau menteri, maka ia harus mengundurkan diri atau pensiun.
Pernyataan Rullyandi ini kembali menegaskan komitmen reformasi untuk menjaga independensi Polri dari tarik-menarik kepentingan politik, memastikan profesionalisme dan keberpihakan pada kepentingan umum.
