Jakarta, JurnalBabel.com – Komisi III DPR menilai reformasi di lembaga peradilan mendesak dilakukan menyusul banyaknya laporan masyarakat terkait kinerja hakim dan pengadilan.
Berdasarkan data Komisi Yudisial, terdapat ratusan laporan masyarakat terhadap hakim hanya dalam kurun waktu Januari 2025.
“Kalau pengadilan ini, memang data yang kami punya dari Januari saja, kalau dari Komisi Yudisial, itu 267 laporan terhadap hakim-hakim. Yang ini banyak sekali persoalan,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR, Mohamad Rano Alfath, dalam rapat dengar pendapat Komisi III dengan Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Mahkamah Agung (MA), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Selain itu, terdapat sejumlah kasus yang menunjukkan adanya persoalan serius dalam integritas hakim. Salah satunya soal penangkapan hakim oleh Kejaksaan dalam kasus Edward Tannur.
“Apalagi kemarin kasus Edward Tannur, persoalan hakim ditangkap Kejaksaan. Ini menjadi tolak ukur kita untuk secepatnya melakukan reformasi di MA,” ujarnya.
Selain persoalan integritas, lanjut Rano, masyarakat juga mengeluhkan sulitnya mengakses putusan pengadilan. Padahal transparansi putusan adalah salah satu aspek penting untuk memastikan akuntabilitas di dalam sistem peradilan.
“Masyarakat itu mengeluh. Salah satu keluhan yang paling banyak adalah bahwa susah sekali mengakses putusan-putusan yang ada di Mahkamah atau yang ada di pengadilan,” kata Rano.
Dalam kesempatan itu, Rano juga menyinggung maraknya praktik mafia tanah yang diduga memanfaatkan pengadilan untuk mengambil alih aset masyarakat.
Menurut politisi PKB itu, para mafia tanah kerap menggunakan modus gugatan berlapis untuk dimenangkan di tingkat pengadilan.
“Yang kedua, cenderung banyak persoalan di mana hakim ini atau pengadilan ini, dijadikan alat oleh mafia-mafia untuk mengambil baik itu aset-aset tanah. Terus itu persoalan tanah, jadi saling menggugat hanya untuk ambil aset-aset lain. Dan itu modus-modus itu kebanyakan dimenangi oleh pengadilan,” ungkap Rano.
Persoalan-persoalan tersebut menjadi alasan Komisi III untuk membentuk panitia kerja reformasi Polri, Kejaksaan, dan pengadilan.
“Makanya itu kesempatan, momentum bagi kami, fungsi pengawasan, untuk melakukan reformasi baik terhadap Polri, Kejaksaan, atau pengadilan,” pungkasnya.
