Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi XI DPR, Amin Ak, menyampaikan pandangannya atas penyampaian Menteri Keuangan RI terkait perkembangan ekonomi Triwulan III 2025 dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI itu memberikan apresiasi atas capaian pemerintah sekaligus menyoroti sejumlah catatan penting agar pertumbuhan ekonomi yang terjadi dapat lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.
Ia menyebut pertumbuhan ekonomi 5,04% pada Triwulan III 2025, mencerminkan kerja pemerintah sudah baik. Namun demikian, ia mengingatkan bahwa tren perlambatan konsumsi masyarakat masih terjadi.
“Konsumsi rumah tangga adalah indikator yang paling dekat dengan kesejahteraan rakyat. Belum bangkitnya daya beli masyarakat menunjukkan pertumbuhan ekonomi belum dirasakan masyarakat kelas menengah bawah,” ujar Amin Ak dalam keterangan persnya, Jumat (28/11/2025).
Data PDB menunjukkan konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,89%, melanjutkan tren perlambatan yang terlihat sejak 2022. Amin meminta Purbaya agar tren ini tidak dianggap sepele.
“Masyarakat masih menahan belanja. Ini terlihat dari turunnya penjualan motor, mobil, semen, hingga produk tekstil,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan sejumlah indikator lain seperti kenaikan upah buruh hanya 1,9%, sedikit di atas inflasi. Kemudian, indeks Keyakinan Konsumen turun dari 123,5 menjadi 115 pada September 2025.
Selanjutnya, pendapatan sektor informal seperti pedagang kecil, buruh harian, tukang parkir, hingga guru honorer belum menunjukkan perbaikan.
“Artinya, meski angka makro terlihat baik, realitas ekonomi rakyat belum sepenuhnya pulih,” jelasnya.
Salah satu perhatian besar lainnya adalah kondisi sektor padat karya. Sektor ini merupakan tulang punggung lapangan kerja nasional.
Namun data menunjukkan bahwa industri-industri yang menyerap banyak tenaga kerja justru sedang berada dalam tekanan.
Industrialisasi berbasis manufaktur memang tumbuh positif dan ditunjukkan oleh PMI Manufaktur yang berada pada zona ekspansi.
Tetapi di sisi lain, industri padat karya justru menghadapi perlambatan yang signifikan. Misalnya, industri kulit dan alas kaki tumbuh minus 0,25% jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2024 yang masih tumbuh di angka 10,15%.
Kemudian industri tekstil dan pakaian jadi tumbuh hanya 0,93%, merosot jauh dari 7,43% tahun sebelumnya.
Ia juga mengingatkan masih adanya gelombang PHK massal yang terus berlangsung sejak semester II 2024 hingga pertengahan 2025. Amin menilai kondisi ini cukup mengkhawatirkan.
“Industri padat karya seharusnya menjadi penopang penyerapan tenaga kerja. Jika sektor ini melemah, dampaknya langsung terasa pada konsumsi rumah tangga,” ujarnya.
Selain pertumbuhan ekonomi, Amin juga menyoroti fenomena masuknya pakaian bekas impor (thrifting ilegal) yang semakin menguasai pasar domestik. Hal itu berdampak pada Industri kecil dan menengah (IKM) garmen dan pelaku industri rumahan mengalami penurunan pesanan dan pendapatan akibat serbuan barang impor murah tersebut.
“Kita tentu mendukung kreativitas anak muda dalam gaya hidup thrifting. Namun ketika yang masuk adalah barang ilegal dan merugikan UKM lokal, maka pemerintah perlu bertindak tegas. Ini soal keberpihakan pada industri nasional,” tegasnya.
