Jakarta, JURNALBABEL – Ketua DPR Bambang Soesatyo sepakat jika UU Pemilu 7/2017 perlu direvisi. Salah satu alasannya, menurut dia, demi terselenggaranya pemilu yang murah dan efisien.
Selain itu, hal ini menyusul kasus meninggalnya ratusan petugas KPPS dalam gelaran Pemilu 2019. Menurut Bamsoet, sistem pemungutan suara elektronik (e-voting) dan penghitungan suara elektronik (e-counting) harusnya mulai dipertimbangkan.
“Bukan hanya sekadar e-counting, tapi e-voting yang bisa dimulai pada pilkada serentak mendatang, karena dapat menghemat tenaga dan biaya hingga triliunan rupiah dengan tidak diperlukannya lagi kotak suara, surat suara, tinta, bilik suara, petugas, saksi maupun pengawas TPS yang jumlah hingga jutaan,” kata pria akrab disapa Bamsoet dalam keterangan tertulis, Jumat (26/4/2019).
“Serta lebih mempermudah dan mempercepat proses penghitungan suara, sehingga bisa meminimalisasi jatuhnya korban,” lanjut dia.
Bamsoet berharap KPU dapat mempersiapkan hal ini untuk gelaran pemilu mendatang. Ia pun menyatakan DPR siap mengkaji ulang UU Pemilu 7/2017.
“Mendorong KPU untuk mempersiapkan sarana maupun prasarana, dan melakukan kajian secara matang terhadap rencana pelaksanaan pilkada dan pemilu jika menggunakan sistem e-voting, agar dapat menjamin kelancaran, keamanan, dan ketertiban pada pelaksanaan pilkada dan pemilu mendatang,” ujarnya.
Selain soal pemungutan dan penghitungan suara, dia juga menyoal Pemilu 2019 yang digelar serentak. Bamsoet mendorong agar pemilu digelar terpisah antara eksekutif dan legislatif.
“Mendorong fraksi-fraksi yang ada di DPR RI sebagai perpanjangan tangan partai politik untuk mengembalikan sistem pemilu yang terpisah antara eksekutif (Pilpres dan pilkada) dan pileg (DPR RI, DPD, dan DPRD) seperti pemilu lalu namun dengan modifikasi pilpres berbarengan dengan pilkada serentak dan pileg secara terpisah,” sebut Bamsoet.
“Jadi dalam lima tahun hanya ada dua agenda pemilu/pilkada,” tegas dia. (Joy)
Editor: Bobby