Jakarta, JURNALBABEL – Komisi V DPR mendesak pemerintah mengkaji ulang kenaikan tarif Tol Jakarta-Cikampek (Japek) yang sempat menjadi jadi bahan perbincangan publik di media sosial atau medsos.
General Manager Jasa Marga cabang Tol Jakarta-Cikampek, Raddy R Lukman tak menapik adanya kenaikan tarif di sejumlah exit tol Jakarta-Cikampek.
Ia menyebut kenaikan tarif itu dikarena pemindahan Gerbang Tol Cikarang Utama sehingga berdampak terjadinya perubahan sistem pembayaran.
“Pindahnya GT Cikarang Utama ke GT Cikampek Utama dan GT Kalihurip Utama terjadi perubahan yang awalnya sistem tertutup dan terbuka sekarang menjadi sistem terbuka dengan empat wilayah pentarifan,” kata Raddy di Jakarta, Rabu (29/5/2019).
Raddy menjelaskan kendaraan dari arah Jakarta ke Cikampek melakukan transaksi di akses keluar (of ramp pay).
Lalu untuk kendaraan dari arah Cikampek yang menuju Jakarta akan melakukan transaksi di akses masuk (on ramp pay) dengan membayar tarif tol merata, sesuai dengan wilayah pentarifannya.
Adapun empat wilayah pentarifan itu yakni:
Wilayah 1 dengan tarif Rp. 1.500,- (Jakarta IC/Interchange- Pondok Gede Barat/Timur).
Wilayah 2 dengan tarif Rp. 4.500,- (Jakarta IC – Cikarang Barat).
Wilayah 3 dengan tarif Rp. 12.000,- (Jakarta IC – Karawang Timur) dan
Wilayah 4 dengan tarif Rp. 15.000,- (Jakarta IC-Cikampek).
Sehingga dampak kenaikan hanya dirasakan pada jarak dekat pasalnya tarif menjadi merata, baik jarak jauh maupun dekat.
“Karena GT Cikarang Utama dibongkar, tap kartu sekaligus bayar jadi hanya pada saat masuk atau keluar saja. Sulit bisa kita hitung tarif sesuai jarak. Sehingga tarif disama ratakan,” ungkapnya.
Raddy contohkan dengan perubahan sistem transaksi dan pentarifan pengguna jalan tol asal Gerbang Tol Karawang Barat dan keluar di Gerbang Tol Karawang Timur.
Sebelumnya dikenakan tarif tol sebesar Rp. 1.500. Namun kini, harus membayar tarif merata sebesar Rp. 12.000 sebagai dampak dari perubahan sistem transaksi tertutup menjadi sistem terbuka.
“Kenaikan terjadi di lokasi setelah Gerbang Tol Cikarang Utama, karena kan jadi sistem terbuka,” ucap Raddy.
Raddy mengungkapkan adapun untuk tarif jarak jauh tetap bahkan ada sejumlah tarif mengalami penurunan.
“Soal dampak perubahan ini pada tarif tidak hanya kenaikan, banyak tarif yang tetap bahkan banyak pula tarif yang jadi turun.” katanya.
Misalnya Cikarang Utama ke Cikampek dari Rp 44 ribu menjadi Rp 30 ribu dan Cikarang Utama ke Karawang Timur dari Rp 28.500 menjadi Rp 24 ribu dan masih ada beberapa lagi,” katanya.
Raddy menambahkan perubahan jalan tol Japek menjadi sistem terbuka dinilai telat.
Pasalnya tol di daerah lain seperti tol JORR, Tol BSD dan lainnya sudah menggunakan sistem terbuka.
Penerapan itu cukup efektif dalam mengatasi antrean di gerbang tol.
Selain itu Raddy menilai jalan itu sebenarnya difungsikan untuk mereka yang ingin menempuh jarak jauh bukan untuk jarak dekat.
Sehingga pemereataan tarif yang membuat terjadinya kenaikan tarif pada jarak dekat cukup efektif mengalihkan pengguna jalan tol jarak dekat menggunakam jalur arteri.
“Ya kalau 2 sampai 4 kilometer tidak perlu masuk tol bisa lewat jalur arteri,” ujarnya.
“Ini kan jadi upaya juga memperlancar arus kendaraan di tol Japek dari antrean pengendara yang masuk maupun keluar tol,” paparnya.
Langgar UU
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo mendesak pemerintah mengkaji ulang kenaikan tarif Tol Jakarta-Cikampek.
Penerapan system pentarif terbuka dinilai tidak sejalan dengan UU No.38 tahun 2004 tentang Jalan sehingga membebani pengguna tol.
“Pemberlakuan tariff system terbuka ini menyebabkan pengguna jalan dengan jarak dekat harus membayar tarif merata (jarak jauh dekat sama) yaitu sebesar Rp 12.000. Formulasi pentarifan seperti ini menyebabkan adanya kenaikan tariff tol yang melebihi ketentuan UU.” Kata Sigit, Selasa (28/5/2019).
Dalam pasal 48 dan penjelasan UU Jalan, kata Sigit, sudah ditetapkan formulasi evaluasi tariff tol yaitu Tarif baru adalah tarif lama ditambah inflasi (1+inflasi). Sementara, formulasi pentarifan dengan system terbuka yang diterapkan Jasa Marga selaku operator tol Jakarta-Cikampek melebihi aturan tersebut. Bahkan kenaikannya ada yang mencapai 10 kali lipat.
Selain laju inflasi, kenaikan tariff tol juga harus mempertimbangkan kemampuan bayar pengguna jalan, besar keuntungan biaya operasi kendaraan, dan kelayakan investasi. Disisi lain, SPM jalan Tol Jakarta-Cikampek kerap tidak terpenuhi karena kemacetan parah.
“Atas dasar apa BPJT menyetujui kenaikan toll jarak pendek ini. Padahal justru yang jarak pendek ini SPM nya tidak terpenuhi. Sering macet. Selama kurun waktu sebulan ini (20 april sd 20 mei) tercatat sudah tiga kali kemacetan parah terjadi bahkan hingga 22 km,” kata Sigit.
Sigit menilai alasan pemerintah mengurangi pengguna tol jarak pendek dengan menaikan tariff merugikan penggunakan tol. Menurutnya, untuk mengurangi volume kendaraan di tol Jakarta-Cikampek sebaiknya diberlakukan system ganjil genap.
Untuk itu, Sigit mendesak pemerintah untuk segera membatalkan kenaikan tariff tol Jakarta-Cikampek yang mulai diberlakukan pada 23 Mei lalu. Selain karena formulasi pentarifan yang melanggar UU Jalan, kata Sigit, masyarakat juga banyak yang mengeluhkan kenaikan tariff tol Jakarta—Cikampek ini.
“Pemerintah harus membatalkan kenaikan tariff Tol ini. Buat kajian komprehensif dulu dan diminta pendapat public. Kenaikan hanya dimungkinan jika sesuai inflasi, bukan kenaikan seperti ini yang membebani masyarakat apalagi menjelang mudik,” kata Sigit.
Diketahui, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengimbau PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) untuk tidak mempermainkan tarif ketika Gerbang Tol Cikarang Utama resmi tidak diberlakukan. Dengan penerapan tarif system terbuka di ruas Tol Jakarta—Cikampek ini setidaknya 30% pengguna tol jarak pendek akan terdampak dengan kenaikan tarif. (Joy)
Editor: Bobby