Jakarta, JurnalBabel.com – Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) batal disahkan menjadi Undang-Undang (UU) pada periode anggota DPR 2014-2019. Hal itu karena Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta pembahasan UU peninggalan Belanda ditunda setelah mendapatkan penolakan dari masyarakat.
Kini anggota DPR periode 2019-2024 sudah dilantik pada 1 Oktober lalu. Artinya, pembahasan RKUHP akan kembali dibahas. Sekretaris Fraksi Partai Demokrat di DPR yang juga mantan anggota panitia kerja RKUHP, Didik Mukrianto, optimis RKUHP ini disahkan menjadi UU. Pasalnya, kata Didik, pemerintah dan DPR sudah berkomitmen bahwa penundaan pengesahan RKUHP menjadi UU hanya sifatnya memberikan waktu kepada pemerintah dan DPR untuk mensosialisasikan kepada masyarakat.
“Secara substansi pembahasan RKUHP sudah selesai 100 persen. Kita tidak perlu khawatir karena komitmen antara pemerintah dan DPR pada paripurna terakhir pada periode 2014-2019, punya komitmen bersama bahwa penundaan pembahasan RKUHP ini sifatnya hanya memberikan waktu kepada pemerintah dan DPR untuk lebih mensosialisasikan kepada masyarakat,” kata Didik Mukrianto di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/10/2019).
Menurut Didik, pembahasan RKUHP nantinya sudah tidak lagi membahas dari awal. Tetapi melanjutkan pembahasan yang sudah dilakukan oleh anggota DPR periode sebelumnya bersama pemerintah atau dikenal dengan istilah carry over. Namun Didik mengatakan saat ini belum dilakukan pertemuan kembali antara pemerintah dan DPR terkait RKUHP. Pasalnya, alat kelengkapan dewan hingga kini belum terbentuk.
Terkait pasal-pasal yang dipermasalahkan, Didik mengatakan sebenarnya bukan yang baru. Misalnya, aborsi. Banyak pihak utamanya asosiasi perempuan bahwa korban pemerkosaan merasa tidak terlindungi hak bukan keinginan dia sampai hamil. Namun Didik menilai mereka tidak mengerti karena ini bukan barang baru. “Di UU Kesehatan sudah ada atur aborsi. Murni kita ambil dalam UU Kesehatan. Mengapa mereka baru protes,” jelasnya.
“Politik hukum berbagai negara berbeda, tidak bisa disamakan. Aborsi itu dilarang oleh agama dan kepercayaan kita,” lanjutnya.
Didik menambahkan bahwa pembahasan RKUHP sudah melibatkan banyak pihak. Mulai dari profesor, masyarakat sipil, lembaga swadaya masyarakat dan lainnya. “Kita juga mendengar masukan dari profesor,” pungkasnya. (Joy)
Editor: Bobby