Jakarta, JurnalBabel.com – Ketua DPP Partai Nasional Demokrat (NasDem) Irma Suryani Chaniago mengusulkan menteri yang belum berpengalaman di parlemen (legislatif), birokrasi (eksekutif/yudikatif), dalam Kabinet Indonesia Maju pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin, perlu didampingi oleh wakil menteri (wamen).
“Menteri-menteri yang belum berpengalaman di parlemen dan birokrasi mungkin butuh wakil menteri yang berpengalaman,” kata Irma Suryani Chaniago saat dihubungi di Jakarta, Jumat ( 25/10/2019).
Dilihat dari 34 menteri yang diumumkan Presiden Joko Widodo pada Rabu lalu, menteri yang belum berpengalaman di legislatif, eksekutif dan yudikatif yakni Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmavati, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar.
Pada periode pertama pemerintahan Jokowi, yang mendapatkan wamen antara lain Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kementerian ESDM. Artinya, bila dilihat dari usulan Irma Suryani ini maka periode kedua pemerintahan Jokowi akan lebih banyak posisi wamen dibandingkan pemerintahan periode pertama. Irma Suryani menilai hal itu tidak perlu dipermasalahkan. Pasalnya, penambahan wamen ini memang dibutuhkan agar kinerjanya maksimal.
Terutama lanjut Irma Suryani posisi kementerian yang berhubungan dengan kaum millenial. “Mungkin dianggap penting agar bisa maksimal untuk backup politik juga,” ujarnya.
Penambahan wamen ini tentunya membebani anggaran negara. Tunjangan menteri diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 68 Tahun 2001. Sesuai Keppres ini, menteri negara menerima tunjangan sebesar Rp 13.608.000 setiap bulannya. Sedangkan gaji pokok para menteri sebesar Rp 5.040.000. Jika ditotal, gaji dan tunjangan yang diterima menteri sebesar Rp 18.648.000 per bulan.
Jumlah di atas belum termasuk dana operasional hingga kinerja dan protokoler. Bahkan ada dana taktis menteri yang menurut beberapa mantan pejabat bisa mencapai Rp 100-150 juta. Selain itu, menteri juga menerima beberapa fasilitas khusus. Mulai dari rumah dinas, kendaraan dinas dan jaminan kesehatan.
Menurut Irma Suryani, penambahan anggaran untuk posisi wamen ini sudah menjadi resiko untuk menghasilkan kinerja pemerintahan yang baik. “Resiko untuk kerja maksimal dari kinerjanya, tentu akan lebih besar dari anggaran yang di keluarkan,” jelas mantan anggota DPR periode 2014-2019 ini.
Sebelumnya Ketua Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Achmad memaparkan ada dua faktor yang perlu dipertimbangkan oleh Presiden Jokowi untuk kembali menunjuk wamen di beberapa kementerian. Pertama, perlu di evaluasi terhadap kinerja wamen selama ini. Apakah memiliki kontribusi secara signifikan dan sisi ekonomisnya. Lalu dampak yang lebih dari kebijakan yang di keluarkan.
“Bukan suatu keharusan posisi wakil menteri. Sebab itu, perlu di evaluasi terlebih dahulu. Kalau tidak ada maafnya buat apa (posisi wamen),” kata Suparji Achmad saat dihubungi di Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Kedua, harus dikaji tentang tantangan kerja kabinet Indonesia maju ke depan seperti apa. Apakah cukup hanya dengan menteri atau perlu ada wakilnya. Menurut Suparji, apabila sudah dilakukan secara terukur posisi wamen dibutuhkan, maka boleh saja Presiden menunjuk Wamen.
“Lebih kepada kebutuhan. Jangan hanya karena keinginan semata, karena kelola negara harus yang jelas. Jadi jangan sia-sia menunjuk Wamen,” ujarnya.
Lebih lanjut Suparji menerangkan bahwa Presiden Jokowi sudah menyatakan bahwa debirokrasi harus dilakukan dalam rangka merampingkan birokrasi di pemerintahannya. Arti kata Suparji bahwa posisi Wamen ini keperluannya untuk apa pentingnya. Sebab, Suparji tidak ingin posisi Wamen ini untuk mengakomodasi kepentingan politik semata atau bagi-bagi jabatan saja.
“Pasti banyak yang akan diakomodir kalau kepentingannya politik. Tidak akan pernah habis kalau mengakomodir politik,” tuturnya.
Atas pandangan dan pemaparannya tersebut, Suparji menilai posisi Wamen tidak diperlukan karena tidak ada norma hukum yang mewajibkan hal itu. “Saya berpendapat tidak perlu posisi wakil menteri karena sudah ada dan cukup Direktur Jenderal yang bisa bantu kerja menteri,” pungkasnya. (Joy)
Editor: Bobby