Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Sartono Hutomo, meminta pemerintah perlu menarik investor untuk membangun pembangkit listrik energi baru dan terbarukan atau EBT. Sebab energi cadangan yang dimiliki Indonesia khususnya minyak dan gas terbatas, namun tidak ada investor dan kurangnya lembaga pendanaan pemerintah yang mau meminjamkan atau mendanai pembangkit listrik EBT ini.
Bahkan, sebut Sartono, di lapangan masih ada 32 proyek yang belum ada pendanaannya. “Ini jadinya banyak investor dan pengusaha yang belum mau menanamkan modal di pembangunan EBT. Ini problem-problem yang harus di identifikasi dan diberikan jalan keluarnya. Mengingat cadangan-cadangan kita terbatas, minyak untuk bisa kita kembangkan lagi,” ujar Sartono Hutomo di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11/2019).
Permintaan Sartono ini berawal dari pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau RUPTL PT PLN (Persero) untuk periode 2019-2028. Dalam RUPTL ini, secara khusus diatur pembangunan pembangkit listrik dapat dilakukan. Namun, kata Sartono, harus ada langkah kongkrit dalam eksekusinya seperti disiapkan lahan, pemodalan menarik investor dan juga teknologi yang sekiranya dapat mempercepat untuk proses produksi tenaga listrik sebagai pengganti PLTU energi batubara.
Pasalnya, sebut Sartono, Indonesia sudah tertinggal dari India dan China untuk EBT. “Mereka lebih berkembang saat ini sudah menyamai dengan penghasilan energi batubara. Karena Indonesia masih jauh tertinggal untuk tahun 2018-2025 hanya menargetkan 12 % EBT,” ungkapnya.
Lebih lanjut Sartono mengatakan masalah lainnya banyak aturan yang dipersulit dalam EBT, sehingga banyak investor dan pengusaha belum mau menanamkan modalnya di pembangunan EBT ini. Belum lagi masih banyak izin untuk pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS diaturan terbaru bahwa pemasangan PLTS dibawah 20 Kva perlu izin.
“Sehingga dengan ketentuan seperti itu banyak aturan dan batasan sehingga masyarakat atau industri kecil menengah yang ingin memasang jadi mengurungkan niatnya untuk memasang,” sesal Sartono.
Legislator asal daerah pemilihan Jawa Timur ini memberikan beberapa solusi untuk mengatasi masalah ini. Pertama, untuk pembangunan EBT harus ada kerjasama antar dan diluar pemerintah, seperti Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah atau PINA Bappenas serta disinkronkan program kerjasama secara finance dengan PLN.
Kedua, adanya alternatif lain seperti melalui PLTS dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu atau PLTB. “Ketiga, pemerintah juga perlu menyediakan skema power purchase agreement (PPA) yang menarik sebagai penjamin kepastian jangka panjang,” katanya.
Keempat, merevisi Peraturan Menteri terkait agar regulasi baik pemasangan PLTS atau pendanaan pemodalan ke swasta lebih dimudahkan. Kelima, tiga komponen dasar dalam menjaga keberlangsungan pasokan energi yaitu estimasi permintaan energi sebagai dasar perencanaan penyediaan pasokan energi, kehandalan pasokan energi yang diusahakan oleh badan usaha, harga energi yang menjadi sinyal bagi badan usaha untuk masuk dalam penyediaan energi.
“Harga energi menjadi penting karena akam digunakan oleh pihal produsen dalam menghitung estimasi imbal hasil atas investasi yang dikeluarkan dalam penyediaan energi,” pungkasnya. (Joy)
Editor: Bobby