Jakarta, JurnalBabel.com – Pemerintah sudah meluncurkan program Kartu Pra-Kerja akhir pekan lalu. Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) 36 Tahun 2020, Kartu Pra-Kerja merupakan bantuan biaya pelatihan bagi masyarakat yang mencari pekerjaan maupun tidak.
Prioritas program ini diberikan kepada pencari kerja muda karena terdapat 3,7 juta penduduk berusia 18 hingga 24 tahun yang belum mendapat pekerjaan.
Skema Kartu Pra-Kerja yaitu setiap WNI di atas 18 tahun mendaftarkan diri secara daring di situs www.prakerja.go.id mulai awal April 2020. Kemudian, memilih jenis pelatihan melalui platform digital mitra resmi pemerintah.
Pemerintah memberikan pagu sekitar Rp3juta sampai Rp7juta per orang pada program Kartu Pra-Kerja sehingga peserta dapat memilih jenis pelatihan yang tersedia di platform digital tersebut sesuai minat masing-masing.
Presiden DPP Konfederasi Sarikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi) Syaiful Bahri Anshori memaparkan manfaat yang di dapat dari program ini. Pertama, meningkatkan skill pencari kerja dan meminimalisir mismatch dengan dunia industri. Kedua, mengurangi dan mencegah pengangguran.
Ketiga, meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia. Keempat, meningkatkan kompetensi dan kemampuan pekerja yang ter-PHK untuk kembali bekerja.
Lebih lanjut Syaiful Bahri mengungkapkan yang di dapat oleh pencari kerja dan pekerja ter-PHK dari Kartu Pra-Kerja adalah pelatihan vokasi untuk peningkatan skill dan kompetensi, sertifikasi kompetensi, insentif pasca pelatihan.
Disatu sisi, tambahnya, ada kelemahan Kartu Pra-Kerja. “Dari sisi kemanfaat sangat bermanfaat dan setidaknya mengurangi 2 juta pengangguran setiap tahun,” ujar Syaiful Bahri Anshori saat dihubungi di Jakarta, Selasa (24/3/2020).
Dikelola Kementerian Ketenagakerjaan
Dari sisi pengelolaan, kata dia, seharusnya Kartu Pra-Kerja di kelola secara menyeluruh oleh Kementerian Ketenagakerjaan bukan oleh Kemenko Perekonomian. Pasalnya, secara teknis lembaga vokasional berada di Kementerian Ketenagakerjaan.
Bila di Kemenko Perekonomian pengelolaan Kartu Pra-Kerja maka dimungkinkan kedepan akan tidak tepat sasaran bagi pencari kerja dan pekerja ter-PHK karena data valid adanya di Kemnaker.
“Harapan kami konfederasi Sarbumusi pengelolaan Kartu Pra-Kerja harus seluruhnya di Kementerian Ketenagakerjaan agar tepat sasaran dan jelas tolak pengelolaannya,” katanya.
Bukan untuk Digaji
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKB ini mengungkapkan sasaran Kartu Pra-Kerja
tamatan SMA/sederajat, tamatan Kuliah, korban PHK. Menurutnya, semangat Kartu Pra-Kerja dari awal program ini diluncurkan bukan untuk menggaji pengangguran.
“Tetapi program ini untuk memberikan pelatihan agar peserta program ini bisa mendapatkan skill baru, meningkatkan ketrampilan dibidang yang diminatinya,” ungkapnya. Jangka waktu penerima program Kartu Pra-Kerja selama 6-12 bulan.
Mengacu dari semangat pemerintah menerbitkan program ini, Syaiful Bahri optimis akan bisa mengurangi pengangguran. “Walaupun program ini tidak satu faktor, masih banyak faktor lain yang harus dilakukan pemerintah, misalnya terus meningkatkan jumlah lapangan kerja, dan memfasilitasi UKM dengan aturan yang memudahkan,” tuturnya.
Legislator dari daerah pemilihan Jawa Timur IV ini menambahkan harus bersama-sama mengawasi program Kartu Pra-Kerja. “Biar tidak salah sasaran dan pemberikan pengertian bahwa program ini bukan gaji cuma-cuma untuk pengangguran,” pungkasnya. (Bie)
Editor: Bobby