Jakarta, JurnalBabel.com – Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan menyebut banyak perusahaan yang mengadu tak bisa membayar tunjangan hari raya (THR) pada lebaran tahun ini akibat pandemi Covid-19. Pengaduan itu disampaikan secara lisan/tidak formal kepada pemerintah belum lama ini.
Namun, hingga saat belum ada data secara formal atau resmi terkait jumlah perusahaan di Indonesia yang tidak akan membayar THR kepada karyawannya.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Netty Prasetiyani, menyatakan, THR adalah komponen hak buruh yang wajib ditunaikan oleh pengusaha selain pendapatan bulanannya. Perhitungannya pun sudah ada dan berjalan seperti biasanya di bayar 7 hari sebelum hari raya.
Sebab itu, lanjut Netty, pengusaha harusnya sudah mempersiapkan alokasi untuk THR jauh-jauh hari dalam alokasi keuangan perusahaan bahkan sebelum Covid-19 menyerang.
“Seharusnya pengusaha melakukan mitigasi terhadap dampak yang akan timbul di kemudian hari tanpa mengabaikan hak pekerja. Jangan mengambil momen Covid-19 untuk tidak melakukan kewajiban, perbuatan yang keji sekali,” tegas Netty Prasetiyani saat dihubungi, Senin (4/5/2020).
Dalam penanganan Covid-19, sebut Netty, pemerintah sudah banyak melakukan support kepada pengusaha dalam berbagai bentuk seperti relaksasi pajak, kredit sampai menanggung pembayaran jaminan sosial pekerja. Tapi pemerintah masih kurang sekali perhatiannya pada buruh dan pekerja.
“Jangan sampai kondisi ini diperburuk dengan kebijakan THR yang kembali merugikan buruh,” katanya mengharapkan.
Payung hukum terkait dengan pembayaran THR termaktub dalam Peraturan Pemerintah RI (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan; Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan; dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 20 Tahun 2016.
Menurutnya, pemerintah harus lebih cermat atas adanya pengaduan pengusaha yang mengaku tidak sanggup membayar THR. Terlebih Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah akan menerbitkan surat edaran terkait pembayaran THR tahun ini. Maka dari itu, Netty berharap surat tersebut pro terhadap buruh/pekerja bukan sebaliknya.
Selain itu, surat edaran ini harus benar-benar diimplementasikan oleh perusahaan, jangan sampai terjadi pembangkangan dari pengusaha. “Kita belajar dari surat edaran Kemnaker sebelumnya yang membahas poin yang harus diperhatikan pengusaha dalam menangani Covid-19,” katanya.
Data Fiktif
Legislator dari daerah pemilihan Jawa Barat VIII ini menambahkan Menaker juga harus clear dan melaporkan kepada DPR dan rakyat, sektor dan perusahaan mana saja yang benar-benar terdampak dan audit laporan keuangannya. Sebab Netty khawatir ada pembohongan laporan atau dana fiktif dan hanya pura-pura saja.
Sementara hingga kini publik hanya dijejali bahwa banyak perusahaan terdampak Covid-19. Perusahaan yang mana dan bidang apa publik tidak tahu. Maka dari itu, Pemerintah harus mendata kembali perusahaan mana saja yang benar-benar terdampak Covid-19 dan dilakukan audit keuangan.
“Jangan sampai data yang sampai di Menaker adalah data fiktif, dan pengusaha mendompleng Covid-19 untuk kepentingannya,” katanya.
Meski demikian, jika pengusaha merasa keberatan dengan mekanisme pembayaran THR, kata Netty, silakan diskusikan dengan pekerja melalui serikat atau organisasinya. Melalui proses itu, pengusaha bisa tawarkan penangguhan baik mekanisme pembayaran (dicicil) maupun limit waktu pembayaran THR sampai waktu yang ditentukan.
“Pemerintah harus tahu dan melakukan pengawasan kesepakatan,” pungkasnya. (Bie)
Editor: Bobby