Jakarta, JurnalBabel.com – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR masih istikamah menolak Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) setelah diketahui beberapa ketentuan di dalam RUU tersebut justru bertolak belakang dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PKS, Amin Ak, mengatakan mulanya PKS menyambut baik kehadiran RUU HIP. Namun setelah didalami, ditemukan beberapa masalah. Akibatnya, partai berlambang padi dan bulan sabit itu putar haluan dan hinga kini masih terus mendesak perbaikannya.
“Sebetulnya prinsip awal PKS menyambut, tapi begitu di dalami, ternyata ada beberapa catatan yang serius, yaitu tidak mencantumkan TAP MPRS XXV Nomor Tahun 1966 tentang larangan ideologi komunisme,” kata Amin di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/6/2020).
Lebih lanjut masalah lain yang mengantar RUU itu ke jurang penolakan publik adalah isi Pasal 7 yang memuat klausul Trisila dan Ekasila. Pasal tersebut memuat tiga ayat yang isinya sebagai berikut:
(1) Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.
(2) Ciri pokok Pancasila berupa trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
(3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristailisasi dalam ekasila, yaitu gotong royong.
Manurut PKS, seperti dikutip Amin, ketentuan dalam pasal tersebut di samping telah memeras Pancasila juga telah mendegradasi nilai ketuhanan yang diyakini masyarakat Indonesia. Klausul ketuhanan dalam ayat tersebut diposisikan di akhir setelah meneguhkan lebih dulu aspek materiel kehidupan ketimbang aspek transendental.
Lebih dari itu, sisi ketuhanan yang sejatinya menempati posisi utama kini telah disandingkan dengan aspek budaya. Padahal keduanya memiliki derajat yang berbeda bagi pandangan masyarakat Indonesia. “Jadi ketuhanan yang maha esa atau religiusitas itu tidak ditempatkan dalam (urutan) satu,” ungkapnya.
Persoalan mengenai RUU HIP diyakini juga akan membuat penafsiran Pancasila didominasi oleh pihak tertentu. Menurut Amin, hal itu berbahaya karena berpotensi terjadi otoritas tunggal dalam menafsirkan Pancasila.
Legislator dari dapil Jawa Timur IV ini mengatakan sila Ketuhanan dalam Pancasila merupakan ruh yang menjiwai sila-sila yang lain. Oleh karenanya konsep masyarakat Pancasila sejatinya adalah masyarakat yang berketuhanan.
“Ciri masyarakat Pancasila adalah berketuhanan, dia mengenal Tuhan, dia menyembah kepada Tuhan,” tegasnya.
Amin mengatakan dari sembilan fraksi di DPR yang menolak kehadiran RUU HIP adalah PKS. Namun belakangan fraksi lain seperti PAN juga telah menggabungkan suara yang sama dengan PKS. Sementara Partai Demokrat tak memberikan suara karena partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono itu telah menolak segala bentuk pembahasan RUU di tengah pandemi korona.
Lebih jauh Anggota Komisi VI DPR ini mengingatkan mengapa fraksinya terus konsisten menolak RUU HIP disebabkan masukan dari PKS soal RUU tersebut tak pernah diakomodir oleh pimpinan DPR.
“Yang tidak tanda tangan (tentang RUU HIP ada) dua, pertama Demokrat karena memang tidak terlibat dalam urusan pembahasan, yang kedua yaitu PKS karena tidak diakomodir semua masukannya sehingga menolak,” pungkasnya. (Bie)
Editor: Bobby