Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani mengapresiasi kinerja KPK yang telah melakukan kajian dan menemukan berbagai permasalahan dalam program Kartu Prakerja yang diluncurkan Presiden Jokowi pada April 2020.
Sekaligus temuan KPK ini membuktikan kebenaran hal-hal yang selama ini Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) di DPR ini suarakan di rapat komisi maupun di berbagai forum lainnya. Mulai dari proses pengguliran program, pelaksanaan, dan substansinya, ada banyak masalah yang harus diselesaikan.
Sebut saja, papar Netty, mulai dari proses penunjukan mitra yang sarat konflik kepentingan, proses rekruitmen peserta hingga akurasi biaya pelatihan yang sebenarnya bisa di akses secara gratis.
“Oleh karena itu, saya mengapresiasi temuan KPK ini dan mengusulkan agar dibahas di rapat komisi dan rapat gabungan guna meminta tanggapan dari manajemen pelaksana program (PMO) Kartu Prakerja serta Kementerian Ketenagakerjaan,” kata Netty saat dihubungi, Jumat (19/6/2020).
Kemarin KPK mengumumkan hasil kajian dan temuan mengenai berbagai permasalahan dalam program Kartu Prakerja. Pada akhirnya, KPK merekomendasikan gelombang ke-4 program tersebut dihentikan sementara sampai evaluasi dari gelombang sebelumnya selesai dilakukan dan dilakukan perbaikan untuk kelanjutan program.
Berdasarkan pemaparan KPK kemarin, ada empat hal yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah terhadap program Kartu Prakerja ini. Pertama, proses pendaftaran. KPK menemukan penyelenggara Kartu Prakerja belum mengoptimalisasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk validasi peserta.
Kedua, platform digital sebagai mitra kerja dalam program kartu Prakerja. KPK menemukan adanya kekosongan hukum untuk pemilihan dan penetapan mitra yang menggunakan Daftar Isian Pelaksana Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (DIPA BA-BUN). Padahal Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah hanya untuk Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) yang menggunakan DIPA Kementerian/Lembaga.
KPK juga melihat adanya potensi masalah pada penunjukan platform digital yang tidak dilakukan oleh penyelenggaraan Kartu Prakerja dan konflik kepentingan antara platform digital dan lembaga pelatihan. Ketiga, konten. KPK menemukan banyak konten pelatihan kartu Prakerja yang tidak layak. Beberapa konten juga tersedia secara gratis di YouTube dan konten pelatihan tidak melibatkan ahli. Keempat, tataran pelaksanaan. KPK menilai metode pelaksanaan program pelatihan berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara
Lebih lanjut legislator dari daerah pemilihan Jawa Barat ini berharap pemerintah serius menyikapi hal ini mengingat sejak awal diluncurkan program ini telah menimbulkan pro kontra. Pastikan juga pihak terkait bertanggungjawab, tidak menghilang atau berkelit.
“Jangan sampai temuan KPK hanya menjadi informasi awal yang kemudian tutup buku tidak ada tindak lanjutnya,” ujarnya.
Netty juga mendorong penegak hukum baik KPK, Polri maupun Kejaksaan untuk segera mengambil langkah hukum atas kasus Kartu Prakerja ini.
“Pastikan penyelewengan anggaran dan kerugian negara dalam kasus ini tidak berlindung di balik Perppu Nomor 1 Tahun 2020 (yang sudah disahkan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan StabiIlitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang-red),” pungkasnya.
Program Kartu Prakerja ini menghabiskan anggaran sebesar Rp 20 triliun untuk 5,6 juta peserta. Setiap peserta kartu prakerja mendapat paket bantuan senilai Rp 3,55 juta. Paket bantuan itu terdiri dari bantuan pelatihan sebesar Rp 1 juta, lalu insentif pasca pelatihan sebesar 2,4 jt atau Rp 600.000 per bulan untuk empat bulan, serta insentif pengisian survei kebekerjaan dengan nilai total Rp150.000 (3x mengisi survey).
Bentuk bantuan pelatihan sebesar Rp 1 juta itu adalah, peserta membeli video pelatihan online yang disediakan oleh lembaga penyedia pelatihan yang telah ditunjuk Pemerintah, kemudian peserta mengikuti pelatihan, dan setelahnya peserta diberi sertifikat digital.
Anggaran sebesar Rp 20 triliun untuk program Kartu Prakerja ini bagian dari anggaran yang digelontorkan pemerintah melalui APBN sebesar Rp 405,1 triliun untuk mengatasi pandemi Covid-19. Besaran tersebut ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang dikeluarkan Presiden Jokowi pada Maret 2020.
Total anggaran tersebut salah satunya akan dialokasikan untuk belanja di sektor kesehatan sebesar Rp 75 triliun. Selain itu, dari total anggaran Rp 405,1 triliun tadi, sebesar Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat. Sisanya, Rp 110 trilliun, akan dialokasikan untuk perlindungan sosial yang mencakup anggaran Kartu Prakerja, cadangan logistik sembako, dan subsidi listrik bagi pelanggan dengan 450 VA dan 900 VA. (Bie)
Editor: Bobby