Jakarta, JurnalBabel.com – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR RI menyetujui Rancangan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU Perlindungan PRT).
Persetujuan tersebut disampaikan dalam pandangan mini Fraksi PKS yang dibacakan oleh juru bicara Fraksi PKS, Amin Ak dalam Rapat Pengambilan Keputusan penyusunan RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang digelar Badan Legsilasi DPR RI, di Gedung DPR RI, Rabu (1/7/2020).
Dalam pandangannya, FPKS menyampaikan perlindungan PRT merupakan bagian tidak terpisahkan dari perlindungan oleh negara terhadap warga negaranya yaitu memberikan perlindungan hukum dan perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh tiap warga negara.
FPKS memandang hadirnya UU yang mengatur tentang perlindungan terhadap PRT merupakan bentuk kehadiran negara dalam memberikan perlindungan terhadap seluruh warganya.
“Ada jutaan WNI yang menjadi PRT baik di dalam negeri maupun di berbagai negara, namun mereka belum memiliki instrumen hukum yang bisa melindungi mereka sebagaimana perlindungan yang diberikan kepada pekerja sektor formal lainnya,” tegas Amin anggota Baleg DPR ini.
Terkait pembahasan RUU Perlindungan PRT, FPKS memberikan beberapa catatan. Pertama, FPKS mengapresiasi hadirnya RUU Perlindungan PRT karena kita membutuhkan UU yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada PRT dan Pemberi Kerja melalui implementasi nilai-nilai keadilan, kesejahteraan, kepastian hukum dan kemanusiaan yang terkandung di dalam RUU PPRT ini.
Kedua, FPKS mengharapkan perlindungan terhadap PRT yang diatur didalam RUU ini dapat memberikan perlindungan terhadap setiap orang atas pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil, perlakuan yang sama dihadapan hukum.
FPKS mengharapkan RUU ini juga mengatur hak PRT untuk bekerja serta mendapatkan imbalan, perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan Kerja, perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya.
“PRT berhak untuk mendapatkan rasa aman, bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” kata Amin anggota Komisi VI DPR ini.
Ketiga, Fraksi PKS memandang perlu untuk mempertimbangkan beberapa usulan lain yang dianggap relevan di dalam draft akhir RUU PPRT ini. Misalnya muatan Perjanjian Kerja yang diatur di dalam Pasal 8 Ayat (1) paling sedikit memuat satu poin tambahan yaitu mengenai Jam Kerja.
Pencantuman Jam Kerja di dalam Perjanjian Kerja dianggap perlu untuk memenuhi hak-hak si PRT sebagaimana diatur didalam Pasal 11 RUU ini. Pasal 11 tersebut memberikan hak kepada PRT untuk bekerja pada jam Kerja yang manusiawi. Tetapi Jam Kerja tersebut tidak diatur secara jelas di dalam RUU dan tidak pula diwajibkan untuk dimuatkan didalam Perjanjian Kerja.
“Kami meminta diwujudkannya jam kerja yang fair bagi PRT dengan memasukkan jam kerja didalam Perjanjian Kerja,” pungkas Amin legislator dari daerah pemilihan Jawa Timur ini. (Bie)
Editor: Bobby