Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR Intan Fauzi mempertanyakan wacana yang digulirkan oleh BPJS Kesehatan terkait iuran satu harga. Artinya tidak ada pembayaran iuran berdasarkan kelas seperti yang berlaku saat ini.
“Ada wacana juga dari BPJS Kesehatan untuk menerapkan satu aturan. Sekarang kan ada kelas. Ini kita perlu mempertanyakan program kedepan itu apa. Mungkin antara lain itu tidak ada kelas-kelas, satu kelas semuanya,” kata Intan Fauzi di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/7/2020).
Menurut Intan, wacana satu harga ini dapat menekan defisit anggaran yang dialami BPJS Kesehatan yang pada Juni lalu mencapai Rp 6,54 triliun. “Itu salah satu untuk menekan defisit itu tadi. Jangan masyarakat dibebani defisit, lalu menaikan iuran,” tegasnya.
Lebih lanjut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 Juli lalu yang tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, sangat membebani masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Sehingga ia menilai kenaikan tersebut tidak tepat. Belum lagi, katanya, UUD mengamanatkan pemerintah wajib memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat.
“Kami di Komisi IX agar iuran BPJS Kesehatan Kelas 3 tidak naik, karena sekarang lagi pandemi dan faktanya banyak yang turun kelas, sehingga Perpres yang dikeluarkan di 2020 ini bukan di waktu yang tepat karena masyarakat sedang sulit,” tuturnya.
Rincian iuran BPJS Kesehatan yang berlaku mulai 1 Juli 2020 yakni kelas I peserta mandiri atau PBPU dan BP menjadi Rp 150.000 per orang per bulan, naik 85,18%; kelas II menjadi Rp 100.000 per orang per bulan atau naik 96,07%;kelas III tetap Rp 25.500 per orang per bulan (tahun depan jadi Rp 35.000).
Legislator dari daerah pemilihan Jawa Barat IV ini juga meminta pemerintah memperhatikan gugatan uji materi Perpres Nomor 64 Tahun 2020 di Mahkamah Agung (MA) yang dilayangkan masyarakat belum lama ini. Pasalnya, kata Intan, gugatan tersebut bakal kembali dikabulkan oleh MA karena Perpres tentang kenaikan iuran ini sebelumnya sudah pernah dikabulkan oleh MA.
“Gugatan kurang lebih sama dengan gugatan sebelumnya dikabulkan. Ini bakal menjadi tamparan kedua pemerintah. Intinya kenaikan iuran ini membebani masyarakat,” katanya.
Sebab itu, Intan menambahkan BPJS Kesehatan harus menyelesaikan dan mengevaluasi kinerja. Bukan justru menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Pasalnya, masalah defisit anggaran ini solusinya bukan hanya menaikan iuran, tetapi bisa ditutupi melalui pajak-pajak yang sudah dibayar oleh masyarakat.
“BPJS Kesehatan harus menyelesaikan masalah kinerja. Sumbernya tidak hanya dari iuran, makanya UUD itu menjadi kewajiban pemerintah. Bukan hanya melalui pajak atau cukai rokok. Kalau bisa gratis karena masyarakat sudah bayar pajak,” pungkasnya. (Bie)