Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR Supriansa mengapresiasi langkah cepat Kapolri Jenderal Idham Azis yang telah mengeluarkan surat telegram rahasia berisi rotasi jabatan Brigjen Pol Prasetijo Utomo kemarin. Rotasi tersebut sebagai buntut dari kasus surat jalan buronan kasus Bank Bali Djoko Tjandra.
Pencopotan itu termaktub dalam Surat Telegram (TR) Kapolri bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal Rabu 15 Juli 2020. Kini, Brigjen Prasetijo Utomo dimutasi menjadi Perwira Tinggi (Pati) Yanma Mabes Polri.
“Jadi ini apresiasi yang luar biasa kepada Kapolri cepat tanggap tentang animo yang terjadi di masyarakat terhadap kepercayaan publik kepada Polri,” kata Supriansa di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/7/2020).
“Memang tindakan itu dianggap oleh publik mencoreng nama baik institusi Polri, tetapi Kapolri bayar kontan langsung diproses dan dimutasi,” sambungnya.
Surat jalan untuk Djoko Chandra dikeluarkan Bareskrim Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS dengan Nomor: SJ/82/VI/2020/Rokorwas, tertanggal 18 Juni 2020. Dalam surat tersebut disebutkan Djoko Tjandra berangkat ke Pontianak Kalimantan Barat pada 19 Juni dan kembali pada 22 Juni 2020. Sementara, Brigjen Pol Prasetyo Utomo tidak memiliki kewenangan meneken surat jalan buronan kelas kakap tersebut.
Politisi Partai Golkar juga meminta Kapolri mencari pihak-pihak lain yang kemungkinan terlibat dalam penerbitan surat jalan Djoko Tjandra tersebut.
“Saya juga minta pada Kapolri supaya bisa kira-kira mencari lagi siapa-siapa kemungkinan terlibat di dalam. Apakah masih ada yang terlibat? Kapolri saya kira bisa mencari itu. Kita mengapresiasi karena demi kembalikan kepercayaan publik terhadap institusi ini,” ujarnya.
Mantan Bupati Soppeng ini bahkan menyindir Polri atas masalah ini. “Kan lucu masa orang DPO sudah di depan mata Kepolisian tetapi tidak ditangkap, malah diberikan surat jalan. Ini lucu dan aneh,” pungkasnya.
Tersangka Djoko Tjandra pertama kali dicegah bepergian ke luar negeri pada 24 April 2008. Red notice dari Interpol atas nama Joko Tjandra kemudian terbit pada 10 Juli 2009.
Pada 29 Maret 2012 terdapat permintaan pencegahan Djoko Tjandra ke luar negeri dari Kejaksaan Agung RI berlaku selama 6 bulan.
Kemudian pada 12 Februari 2015 terdapat permintaan DPO dari Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia terhadap Joko Tjandra.
Ditjen Imigrasi lalu menerbitkan surat perihal DPO kepada seluruh kantor imigrasi ditembuskan kepada Sekretaris NCB Interpol dan Kementerian Luar Negeri.
Pada 5 Mei 2020, terdapat pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol bahwa ‘red notice’ atas nama Joko Tjandra telah terhapus dari sistem basis data terhitung sejak tahun 2014.
Ditjen Imigrasi menindaklanjuti hal tersebut dengan menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari sistem perlintasan pada 13 Mei 2020. Namun pada 27 Juni 2020 Kejaksaan Agung meminta penerbitan DPO sehingga nama yang bersangkutan dimasukkan dalam sistem perlintasan dengan status DPO. (Bie)