Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR, Wahyu Sanjaya, mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerbitkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengatur sanksi tegas berupa diskualifikasi atau pembatalan pasangan calon (paslon) kepala daerah yang terbukti melanggar protokol kesehatan Covid-19.
Pasalnya, kata Wahyu, PKPU Nomor 13 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19 yang merupakan revisi dari PKPU Nomor 6/2020, tidak mencantumkan sanksi diskualifikasi kepada paslom yang terbukti melanggar protokol Covid-19 berkali-kali. Sanksinya hanya peringatan tertulis dan pelarangan kampanye selama tiga hari.
“Sanksi terhadap pelanggaran protokol Covid-19 cuma surat teguran dan pembubaran acara, ya pasti banyak yang melanggar. Kalau memang mau tegas kan gampang, buat saja aturan Paslon yang terbukti melanggar Protokol Covid-19 dikenakan sanksi pembatalan sebagai Paslon. Pasti nggak ada yang mau melanggar kalau dibuat aturan begitu,” kata Wahyu Sanjaya saat dihubungi, Senin (28/9/2020).
Melihat beberapa PKPU yang cukup kontroversial seperti pelarangan napi eks koruptor ikut Pemilu walaupun sudah selesai menjalankan masa hukuman, padahal aturan ini tidak ada dalam Undang-Undang (UU), lanjut Wahyu, berarti KPU RI tidak membutuhkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang (Perppu) untuk membuat aturan yang tegas.
“Terkait protokol Covid-19 sudah ada dalam Perppu Nomor 2/2020 (UU Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Pilkada) terkait bencana non alam. Tinggal KPU apakah bersedia melindungi rakyat Indonesia terhadap pelanggaran Covid19 atau tidak?,” ujarnya.
Menurut politisi Partai Demokrat ini, harus dipahami bersama dari seluruh PKPU yang pernah dikeluarkan oleh KPU, justru pelanggaran terhadap Protokol Covid-19 sangat penting karena berdampak sangat masif dan sangat kesehatan/nyawa masyarakat.
Sebab itu, Wahyu menjadi gagal paham melihat keraguan KPU dalam membuat aturan tegas terkait pelanggaran Protokol Covid19.
“Sudah berkali-kali saya dari Fraksi Partai Demokrat di Komisi II mengingatkan sebuah aturan tanpa sanksi adalah himbauan. Akan tetapi tidak mungkin bagi saya untuk memaksakan pasal sanksi tersebut karena KPU Independen,” katanya.
Legislator asal Sumatera Selatan ini menandaskan bahwa saat ini kita hanya bisa berdo’a agar KPU cepat sadar sebelum korban bertambah banyak.
(Bie)