Jakarta, JurnalBabel.com – Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum meminta Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis memperhatikan masalah kerugian yang di alami PT Timah Tbk pada 2019-2020.
Anggota Komisi III DPR, Supriansa, mengatakan tim panitia kerja (panja) penegakan hukum Komisi III beberapa waktu lalu melakukan kunjungan kerja ke Bangka Belitung (Babel) dalam rangka bertemu dengan PT Timah Tbk, Kapolda, Kajati dan Gubernur Babel yang di wakili Sekda terkait dengan fungsi pengawasan Dewan dalam melakukan pengawasan terhadap penegakan hukum sektor pertambangan dalam hal penerimaan negara.
Lebih lanjut Supriansa mengatakan setelah membaca draft yang disampaikan Kapolri bahwa sudah melakukan koordinasi dengan pihak ESDM. Bahkan, tambahnya, sudah melakukan audit tentang tata kelola timah di Babel dan hasilnya tidak ditemukan permasalahan.
Meski demikian, politisi Partai Golkar ini heran PT Timah Tbk pada 2019 mengalami kerugian sebesar Rp 703 milliar. Lalu pada 2020 mengalami kerugian Rp 412 milliar. Hal ini menjadi pertanyaan bagi Supriansa karena kenapa setiap tahun PT Timah Tbk mengalami kerugian.
“Saya mengajak kepada pak Kapolri dan jajarannya untuk benar-benar memperhatikan masalah ini. Supaya kalau memang negara dirugikan, maka tentu ada yang salah disitu. Karena disisi lain ada yang untung,” kata Supriansa dalam rapat kerja Komisi III dengan Kapolri secara virtual di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/9/2020).
Di sisi lain, mantan Wakil Bupati Soppeng ini mengapresiasi Kapolri yang telah menyelamatkan uang negara kurang lebih Rp 3 triliun terkait illegal meaning sektor pertambangan.
“Namun ada beberapa tempat perlu menjadi atensi bagi kepolisian di daerah terutama di Kalimantan, Sulawesi Tenggara, yang diduga banyak juga pelaku usaha tambang itu sudah mengorek hutan lindung tetapi belum tersentuh hukum,” ungkapnya.
Supriansa juga menyoroti kasus ketidakadilan dalam penegakan hukum yang dialami masyarakat kalangan biasa.
“Di sisi lain ada di beberapa tempat, katakan di Sulawesi Selatan ada anggota rumah tangga biasa yang menebang jati 1-2 pohon saja, yang notabenya dia tanam sendiri ditangkap dan di adili. Ini terjadi sebuah ketimpangan. Satu mengurus rumah tangga, satu urus kekayaan tetapi belum menemukan keadilan disitu,” katanya. (Bie)