Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi X DPR, Martina, angkat bicara terkait polemik dalam UU Cipta Kerja karena mengatur masalah pendidikan. Padahal sebelumnya Pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR sudah sepakat mencabut klaster pendidikan dalam UU Omnibus Law tersebut.
Pasal-pasal yang diatur dalam UU Cipta Kerja dikhawatirkan menghasilkan komersialisasi pendidikan. Terutama Pasal 65 paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan halaman 392 (versi–yang disebut-sebut–5 Oktober) yang berbunyi (1) “Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.”
Politisi Partai Gerindra ini melihat sekilas pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha seperti ingin di komersialkan. Namun, lanjutnya, melihat Pasal 65 ayat 2 yang berbunyi “Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).”, hal itu dapat dicegah.
“Oleh karena itu di pasal 65 ayat 2, aturan lebih jelasnya akan di buat PP,” kata Martina saat dihubungi, Selasa (13/10/2020).
Lebih lanjut Martina menjelaskan bahwa ketentuan Pasal 65 ayat 1 ini bertujuan untuk KEK (Kawasan Ekonomi Khusus). Sementara ada sekitar 15 KEK di Indonesia yang menurutnya harus diatur keberadaannya.
Jika tidak diatur maka orang-orang yang memiliki materi lebih akan bisa dengan seenaknya membangun lembaga pendidikan. Sehingga, tambahnya, yang belajar disana hanya orang-orang kaya sedangkan saudara-saudara kita yang miskin tidak diperbolehkan.
“PP ini lah yang menurut saya akan menjadi kunci, apakah pasal 65 ini berpihak kepada semua golongan masyarakat,” pungkas legislator asal Banten ini. (Bie)