Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Supriyanto, mengkritik keberadaan regulasi atau uturan main dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) yang selalu berubah menjelang pemilihan. Baik itu Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Legislatif (Pileg), Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) maupun pemilihan lainnya.
Padahal kata dia hal itu masalah atau kelemahan utama dalam konteslasi Pemilu. Seharusnya, aturan terkait Pemilu yakni Undang-Undang (UU) Pilkada, UU Pemilu, tidak berlalu dalam waktu yang cukup panjang.
“Mestinya secara normal yang namanya UU Pemilu, UU Pilkada, berlaku dalam waktu yang cukup panjang. Misalnya kan 2-3 periode. Ini setiap mau pemilihan di revisi. Ini menurut saya kelamahan awal. Ini kurang sesuai dengan rohnya yang namanya UU yang mestinya pakainya lebih lama,” kata Supriyanto saat dihubungi, Sabtu (5/12/2020).
Dampak dari masalah itu, lanjut dia, regulasi-regulasi tersebut akhirnya belum banyak dipahami atau barangnya mendadak. Maka segala persiapan terhadap logistik, penyusunan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), Peraturan Bawaslu, menjadi molor menunggu perubahan UU tersebut.
“Satu putaran di ganti dan bahkan pengesahannya terlalu mepet dengan pelaksanaan. Sehingga pemangku pelaksanaan (KPU, Bawaslu), anggaran dan lainnya agak ribet. Karena aturannya baru. Akhirnya semua menunggu aturan,” sesalnya.
Legislator asal Jawa Timur ini menyontohkan dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2020. Penyusunan PKPU, PerBawaslu, menjadi molor. Akibatnya di lapangan banyak pasangan calon kepala daerah, tim sukses, tim pemenangan, parpol pendukung, tim paham aturan main Pilkada.
“Susah dipahami regulasi Pemilu ini karena belum tersosialisasikan dengan baik. Sehingga di lapangan banyak kendala,” ungkapnya.
Supriyanto juga mengkritik aturan pelaksanaan kampanye Pilkada di masa pandemi Covid-19 yang berakhir hari ini.
“Pilkada di musim pademi itu kan sebenarnya pertemuan dibatasi dengan prokes. Semestinya Pilkada itu pertemuan terbatas, kampanye terbuka tidak ada, maka sebagai gantinya virtual, jumlah atribut, alat peraga kampamye, maka sebetulnya harus di perlonggar. Termasuk siaran di media seharusnya di perlonggar,” katanya. (Bie)