Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota DPR dari daerah pemilihan atau Dapil Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, mengomentasi hasil Komisi Narkotika PBB (CND) akhirnya mencabut ganja dan turunannya dari Daftar IV Konvensi Tunggal Narkotika 1961. Itu artinya, ganja secara resmi keluar dari daftar narkoba berbahaya dan adiktif. Hal ini dilakukan usai CND mempertimbangankan rekomendasi WHO.
Sebanyak 53 negara anggota CND melakukan pemungutan suara terkait pencabutan tanaman ganja dari daftar tanaman obat yang dikontrol ketat selama 59 tahun terakhir, yang bahkan penggunaannya pun dilarang untuk kepentingan medis. Demikian seperti dilansir UNNews, Rabu (2/12/2020). Hasilnya, sebanyak 27 negara menyetujui pencabutan tersebut, 25 menolak sementara satu negara anggota memilih abstain.
Dengan ini, CND membuka peluang untuk mempelajari potensi ganja sebagai obat medis dan terapi namun tetap melarang penggunaannya untuk tujuan rekreasi.
Keputusan ini juga dapat mendorong penelitian lebih lanjut terkait khasiat tanaman ganja dan negara-negara dapat melegalkannya untuk keperluan pengobatan medis, serta mempertimbangkan kembali undang-undang tentang penggunaan dengan tujuan rekreasi.
Pada Januari 2019, WHO mengeluarkan enam rekomendasi terkait pendaftaran ganja dalam perjanjian pengendalian obat PBB. Di antara sejumlah poin yang disampaikan WHO, salah satunya adalah bahwa senyawa cannabidiol—senyawa yang tidak memabukkan—tidak tunduk pada hukum internasional. Juga, CBD dianggap telah banyak berperan penting dalam terapi kesehatan selama beberapa tahun terakhir serta mendorong industri senilai miliaran dolar.
Menurut Illiza, keputusan di atas harus dikaji secara mendalam. Terutama mengenai keberadaan ganja itu sendiri. Sehingga dapat diketahui apa benar ganja bisa dimanfaatkan untuk medis atau tidak. Apalagi diketahui orang memakai ganja maka tingkat kesadarannya berkurang.
Meski demikian, ia mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk melakukan penelitian terkait ganja untuk medis ini. Apabila benar bisa dimanfaatkan, kata Illiza, tidak masalah UU Narkotika yang mengatur ganja sebagai kategori narkotika golongan I dicabut.
“Kalau pemanfaatan medis itu bisa betul-betul dimanfaatkan, kenapa tidak? Tapi jangan sampai salah penggunaan,” kata Illiza saat dihubungi, Rabu (9/12/2020).
Secara pribadi, anggota komisi X DPR ini tidak sepakat UU Narkotika yang kini masuk dalam Prolegnas prioritas 2021, mencabut pasal ganja sebagai narkotika.
“Saya pribadi tidak sepakat, pencegahan jauh lebih penting. Kalau sekarang belum saatnya. Perlu ada kajian secara mendalam terkait pencabutan ganja dari UU Narkotika. Selama ini kita lihat dampaknya yang manfaat dengan mudarotnya, lebih banyak mudarotnya dari manfaatnya,” jelasnya.
“Jadi kalau ada solusi lain yang bisa dimanfaatkan, kenapa harus memanfaatkan yang mudarotnya yang lebih besar,” tambahnya.
Politisi PPP ini juga melihat kebijakan lokal atau nasional tidak bisa disamakan dengan kebijakan luar negeri atau internasional. Sehingga ia berpandangan jauh lebih penting kita mengawal negara dan utamakan kepentingan nasional.
“Begitu negara internasional membolehkan, terus kita langsung ikut? Saya pribadi sangat belum perlu (ganja untuk medis-red).
(Bie)