Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKS, Amin Ak mendukung upaya pemerintah melakukan digitalisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun Amin meminta proses digitalisasi tersebut melibatkan para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang bergerak di bidang teknologi informasi agar restrukturisasi BUMN berimbas positif pada rakyat banyak.
Seperti diketahui, sejumlah BUMN mendigitalkan jasanya atau sistem layanannya. Pertamina misalnya mengalokasi dana sekitar US $ 75 juta per tahun untuk proyek teknologi informasi dan digitalisasi.
Salah satu proyek Pertamina tersebut adalah digitalisasi 5.518 pompa SPBU. PT PLN (Persero) meluncurkan 13 terobosan program transformasi berbasis digital mulai dari pembangkit listrik hingga sistem penagihan ke pelanggan.
Perum Pegadaian juga mengalokasikan hingga Rp 500 juta per tahun untuk mendigitalkan layanannya. Melalui aplikasi Pegadaian Digital, Perum Pegadaian menawarkan fitur gadai online bagi konsumen milenial. Sejumlah bank BUMN pun mengembangkan berbagai fitur transaksi digital untuk mengedepankan branchless banking di masa mendatang.
Kementerian BUMN memasukkan proyek digitalisasi dalam tiga tahap desain transformasi yang berlangsung dari tahun 2021 hingga 2024. Transformasi digital BUMN juga akan berdampak pada sektor bisnis lainnya, mengingat rata-rata BUMN memiliki modal yang sangat besar dan jaringan yang luas.
“Oleh karena itu saya harapkan proses transformasi dan restrukturisasi BUMN bisa menggandeng pelaku UKM untuk menumbuhkan perekonomian nasional lebih baik,” tegas Amin Ak dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/12/2020).
Menurut Amin, ada sejumlah skema yang dapat digunakan untuk melibatkan UKM dalam percepatan digitalisasi BUMN. Pertama, menjadikan BUMN Tekonologi Informasi seperti Telkom sebagai perusahaan hub yang nantinya berkoordinasi dengan para pelaku UMKM dalam menggarap digitalisasi BUMN.
Kedua, berkolaborasi dengan UMKM yang terbukti handal atau menguasai teknologi informasi untuk membuat layanan baru.
Ketiga, berinvestasi pada UMKM digital melalui anak perusahaan BUMN di industri modal ventura atau mendukung ekspansi UMKM.
“Dengan strategi tersebut, maka BUMN akan menjadi semacam talent pool untuk mengatasi kesenjangan teknis dan non teknis di sektor teknologi informasi, sekaligus membesarkan pelaku UMKM. Ini akan menjadi basis ekonomi yang jauh lebih kuat menghadapi krisis di masa depan,” jelasnya.
Amin juga mendorong digitalisasi BUMN Pertanian dan Pangan yang saat ini lebih banyak rugi ketimbang untung. Ini ironis ditengah bertumbuhannya para pelaku UMKM, terutama dari kalangan milenial yang membentuk perusahaan start up di sektor pertanian dan pangan.
BUMN Pertanian dan Pangan serta BUMN Perkebunan memang jauh tertinggal dibandingkan BUMN-BUMN lain yang sudah lama mendigitalisasikan sebagian lini bisnisnya. Efisien produksi, pemasaran hasil panen, dan penanganan pascapanen menjadi tiga isu sentral dalam membenahi sektor pertanian dan perkebunan.
Sayangnya BUMN yang bergerak di kedua sektor ini justru bermasalah dalam efisiensi usahanya. Sehingga, lanjut Amin, restrukturisasi termasuk digitalisasi BUMN tersebut menjadi sebuah keniscayaan.
“Restrukturisasi BUMN Pertanian dan Pangan, serta BUMN Perkebunan wajib melibatkan pelaku UMKM bidang pertanian dan perkebunan karena ini menyangkut dua hal. Upaya meningkatkan kesejahteraan petani serta meningkatkan daya saing produk pertanian dan perkebunan,” ujarnya.
Menurut Amin, perusahaan-perusahaan ekspedisi pengiriman menjadi contoh bagus bagaimana mereka melibatkan dan memberdayakan UMKM. Dengan kerjasama yang adil dan saling menguntungkan, perusahaan ekspedisi jauh lebih lincah dibanding PT Pos Indonesia, BUMN yang punya jaringan lebih luas.
“Tidak ada alasan untuk tidak melibatkan UMKM dalam proses digitalisasi di BUMN ” pungkasnya. (Bie)