Jakarta, JurnalBabel.com – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir resmi telah menggabungkan Perum Perikanan Indonesia dan PT Perikanan Nusantara menjadi BUMN Perikanan.
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKS, Amin Ak mendorong BUMN Perikanan mampu menjadi lokomotif pengelolaan sumber daya perikanan nasional sehingga mampu menghela pemulihan ekonomi nasional yang saat ini dilanda resesi.
Merujuk pada data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2018, potensi lestari sumber daya perikanan tangkap laut Indonesia mencapai sekitar 6,7 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, tingkat pemanfaatannya baru sekitar 53% atau sekitar 3,57 juta ton per tahun.
“Padahal jika seluruh potensi perikanan tangkap tersebut dimanfaatkan, nilai ekonomi yang diperoleh diperkirakan mencapai US$15,1 miliar atau sekitar Rp211 triliun per tahun. Itu baru komoditas ikan, belum komoditas sumber daya laut lainnya,” kata Amin Ak dalam keterangan tertulisnya, Rabu (30/12/2020).
Lebih lanjut Amin mengungkapkan, tidak optimalnya pemanfaatan sumber daya perikanan tangkap di Indonesia karena masih rendahnya kapasitas alat penangkapan (fishing capacity) yang dimiliki.
Ia menyontohkan, dari potensi perikanan tuna, cakalang, dan tongkol (TCT) nasional sebesar 2,478 juta ton, produksi TCT 2019 hanya 129.785 ton atau baru 5,2% yang dimanfaatkan.
“Dibentuknya holding BUMN Perikanan, harus mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya perikanan tangkap dan industri olahan berbasis perikanan,” ujarnya.
Pembentukan holding semestinya menghilangkan tumpang tindih kepentingan bisnis Perindo-Perinus yang selama ini terjadi di lapangan. Sehingga ini menjadi momentum untuk ekspansi pasar dan meningkatkan daya saing perusahaan.
Kementerian BUMN sendiri memperkirakan perikanan Indonesia bisa menghasilkan pendapatan Rp 10,20 triliun, laba Rp 1,06 triliun, dan total aset Rp 5,87 triliun pada 2025.
Angka-angka itu jauh di atas pendapatan Perindo sekitar Rp 1 triliun dan Perinus Rp 600 miliar pada 2019.
“Ada yang salah dalam pengelolaan kedua perusahaan selama ini. Ini tidak boleh terulang lagi setelah holding BUMN perikanan dibentuk,” tegasnya.
BUMN Perikanan juga harus mampu meningkatkan kapasitas penangkapan perikanan dengan memperkuat armada perikanan nasional.
Saat ini, Indonesia belum mampu berbuat banyak dalam memanfaatkan sumber daya perikanan di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) karena minimnya kapal-kapal bertonase besar, yaitu kapal di atas 150 tonase kotor (GT).
“Padahal di wilayah ZEEI itu potensi perikanan yang bisa dimanfaatkan sangat besar, terutama jenis-jenis ikan yang memiliki harga jual tinggi di pasar global seperti tuna,” jelasnya.
BUMN Perikanan harus menjadi garda depan peningkatan ekspor perikanan tangkap dan hasil industri olahan perikanan agar perekonomian nasional berjaya.
Badan Pusat Statistik mencatat, volume ekspor tuna nasional 2019 hanya 184.130 ton atau hanya menguasai 4,6% pangsa ekspor tuna global. Nilai ekspornya pun hanya US$747.535 juta.
Jumlah tersebut jauh dibawah potensi yang dimiliki, dimana berdasarkan data KKP seharusnya Indonesia mampu mengekspor sedikitnya 1 juta ton tuna dengan nilai ekspor sebesar US$ 2,5–3 juta per tahun.
“Sudah saatnya BUMN Perikanan tampil sebagai lokomotif penghela pemulihan ekonomi nasional dengan penguatan devisa dari perikanan,” pungkas legislator asal Jawa Timur ini. (Bie)