Jakarta, JurnalBabel.com – Pemerintah harus dapat berperan maksimal dalam menumbuhkan dan mengembangkan wirausaha. Karena wirausaha merupakan salah satu sektor ekonomi berbasis masyarakat yang memiliki andil besar dalam membangun perekonomian nasional dan mengembangkan sumber daya manusia.
Demikian disampaikan Anis Byarwati, anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS dalam acara talkshow dengan tema Kebangkitan Wirausaha Perempuan Sebagai Salah Satu Kunci Akselerasi Pemulihan Ekonomi, yang di gelar di Gedung DPR RI pada Senin (15/3/2021).
Berdasarkan data Global Enterpreneurship Index 2018, dari 137 negara, Indonesia berada di peringkat 94 dalam hal kewirausahaan. Posisi tersebut masih tertinggal dibandingkan beberapa negara di Asia Tenggara lainnya. Posisi negara Asia Tenggara lain; Vietnam urutan ke 87, Filipina ke 76, Thailand ke 71, Malaysia ke 58, Brunei Darussalam ke 53, serta Singapuran berada di urutan ke 27.
“Itu artinya Indonesia masih memiliki PR besar dalam menumbuhkan dan mengembangkan wirausaha agar mampu bersaing dengan negara ASEAN dan bahkan negara maju.” ungkap Anis.
Terkait dengan wirausahawan perempuan, Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini memaparkan sejumlah data. International Labour Organization tahun 2020 merilis data yang menyebutkan bahwa Indonesia masuk dalam 20 negara dengan jumlah pengusaha perempuan terbanyak di 58 negara dengan skor MIWE 65,2 dibawah Filipina dengan skor 65,5 dan diatas Prancis dengan skor 65,1.
Bank Indonesia menyampaikan data, partisipasi perempuan terhadap Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) mencapai lebih 60% dari 57,83 juta UMKM di Indonesia pada 2018. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis jumlah UMKM yang dikelola perempuan pada tahun 2018 mencapai 37 juta UMKM atau sebanyak 64,5% dari total UMKM di Indonesia.
Sementara Ketua DPR RI, Puan Maharani menyebutkan bahwa berdasarkan keterangan pemerintah, 60% Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang memproduksi hand sanitizer dan masker dimiliki dan dikelola kaum perempuan.
“Akan tetapi kontribusi pelaku UMKM perempuan terhadap Produk Dometik Bruto (PDB) baru mencapai 9,1%,” papar Anis.
Wakil ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) ini menilai bahwa wirausaha perempuan dengan jumlah yang cukup banyak, masih memiliki sejumlah kendala. Mulai dari kendala permodalan dimana wirausahawan perempuan menghadapi berbagai syarat yang harus dimiliki termasuk kapasitas, karakter, dan jaminan.
Kedua terkait pasar dimana wirausaha perempuan sering kesulitan memahami potensi pasar serta mengidentifikasi pelanggan maupun penyedia barang. Ketiga masalah Pelatihan dan inkubasi dimana pelatihan dan inkubasi untuk wirausaha perempuan masih belum maksimal dilakukan. Dan terakhir kendala teknologi, dimana di era industri 4.0 saat ini pemanfaatan teknologi benar-benar dibutuhkan bagi wirausaha perempuan.
Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM), pada tahun 2017 hanya ada 8% pelaku usaha dari total pelaku UMKM yang ada di Indonesia yang memanfaatkan platform online dalam memasarkan produknya.
Terakhir, Anis menegaskan bahwa untuk meningkatkan peran serta wirausaha perempuan dalam melakukan akselarasi pemulihan ekonomi diperlukan adanya peran pemerintah dan juga payung hukum yang berpihak kepada wirausaha perempuan.
“Oleh karena itu, sejak periode keanggotaan DPR RI yang lalu, Fraksi PKS mengusulkan adanya Undang-undang yang dapat menjadi payung hukum bagi wirausaha termasuk wirausaha perempuan melalui RUU Kewirausahaan Nasional,” pungkasnya. (Bie)