Jakarta, JurnalBabel.com – Melalui acara presentasi Perkumpulan Profesi Nuklir Indonesia (APRONUKI) dan LKN, Selasa (4/5) di Kantor Setjen Wantannas, Jakarta Pusat, Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) menyatakan dukungannya terhadap penggunaan teknologi Step Temperature Acid Leaching (STAL) untuk mengolah bijih nikel kadar rendah di Indonesia.
Adapun, teknologi STAL merupakan teknologi pengolahan nikel dan kobalt secara hidrometalurgi, yang dikembangkan oleh PT Trinitan Metals and Minerals Tbk (TMM), dengan kode saham PURE, dan dimiliki oleh PT Hydrotech Metal Indonesia (HMI) selaku entitas anak perusahaan TMM.
Dalam audiensi dengan Wantannas, Ketua APRONUKI Besar Winarto dan Direktur Utama TMM, Petrus Tjandra memaparkan bahwa teknologi STAL merupakan terobosan dari masalah yang ada pada teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) yang saat ini banyak dipilih oleh smelter-smelter di Indonesia.
“Saat ini teknologi yang dipakai di dunia itu adalah HPAL. Teknologi ini sudah 50 tahun, dan biayanya mahal. Nah ini ada karya anak bangsa, STAL, dengan biaya yang lebih murah. Kita juga sudah mendapatkan validasi dari Kementerian ESDM dan BPPT,” kata Petrus Tjandra dalam audiensi tersebut.
Teknologi STAL ini, tambah Petrus, juga dapat menyerap bijih nikel kadar rendah jenis limonite dengan kandungan Ni < 1,5%. Pengembangan STAL pun akan memakai konsep Mine Mouth Leaching Plant di mulut tambang, sehingga dapat mengurangi limbah yang dibuang.
“Limbah itu isinya apa sih? Nikel itu cuma 1,1 sampai 1,3 persen. Limbahnya itu yang banyak. Ada kobalt antara 8 sampai 10 persen dari kadar Nikel. Kemudian ada juga mangan, gratis dari limbah. Indonesia ini kan memiliki potensi nikel terbesar. Cuma kenapa yang menikmati malah orang asing? Kenapa tidak anak bangsa?,” ujar Petrus Tjandra.
Menanggapi paparan tersebut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Wantannas, Laksda TNI Harjo Susmoro menyatakan bahwa besarnya potensi nikel yang ada di Tanah Air seharusnya bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh anak bangsa, salah satu caranya dengan penggunaan teknologi STAL.
“Saya sangat sepakat dengan apa yang tadi dipaparkan. Saya sepakat, saya setuju, dan saya mendukung. Teknologi sebagai pelengkap untuk mempermudah, namun harus tetap memiliki tujuan dan misi yang baik,” tutur Laksda TNI Harjo Susmoro.
Lebih lanjut dia mengingatkan, bahwa ada 5 hal yang menjadi faktor penunjang dalam industri nikel, yakni sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), inovasi, alat (teknologi), dan dana. Dari kelima faktor tersebut, yang paling penting untuk dikembangkan adalah SDM yang unggul, dan ini menjadi tugas dan kewajiban semua pihak.
“Yang paling penting adalah SDM. Jadi persoalan yang sebenarnya adalah rakyat atau bangsa kita yang perlu di edukasi. Saya tidak menjanjikan apa-apa. Tetapi yakin bahwa Wantannas akan berusaha memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara,” tukas Laksda TNI Harjo Susmoro.
Menyikapinya, DR. Ir. Widi Setiawan selaku Tenaga Ahli PT Hydrotech Metal Indonesia (HMI) berharap agar bentuk dukungan Wantannas dapat berupa usulan Inpres untuk mengintegrasikan provider teknologi lokal (dalam hal ini STAL), BUMN EPC, dan BUMN tambang Nikel seperti PT ANTAM Tbk yang akan gunakan teknologi STAL untuk peningkatan nilai tambah hasil tambang. (Rob)