Jakarta, JurnalBabel.com – Direktur Solusi Dan Advokasi Institut (SA Institut), Suparji Achmad, menanggapi vonis terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 13 orang santriwati, Herry Wirawan.
Ia menerangkan bahwa ada disparitas antara tuntutan dan vonis.
“Ada lima tuntutan yang dibacakan oleh Penuntut Umum. Namun Majelis memberi vonis di bawah tuntutan sehingga terlihat ada disparitas. Bahkan pidana tambahan berupa kebiri kimia tidak dibacakan di vonis,” kata Suparji dalam keterangan persnya, Selasa (15/2 2022).
Suparji menghargai vonis yang diberikan Majelis Hakim. Akan tetapi, ia menilai penjara seumur hidup masih belum memenuhi rasa keadilan.
“Dari pihak keluarga bahkan berharap tuntutan pidana mati dijatuhkan, akan tetapi tidak demikian. Seharusnya Majelis bisa lebih mempertimbangkan dari sisi korban,” papar Suparji.
Padahal, kata Suparji, Hakim bisa saja memberi hukuman tambahan berupa kebiri kimia berdasarkan pasal 81 ayat 7. Mengingat, korban dari kejahatan tersebut lebih dari tiga orang dan di bawah umur.
Oleh karena itu, ahli hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia ini menilai upaya hukum jaksa penuntut umum atas vonis tersebut dimungkinan. Sebab vonis belum sepenuhnya mencerminkan keadilan masyarakat.
“Kita berharap penuntut umum bisa melakukan upaya hukum banding demi mencari keadilan yang berpihak pada korban,” pungkasnya. (Bie)