Jakarta, JurnalBabel.com – Ahli hukum tata negara, Muhamad Rullyandi, menegaskan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri menduduki jabatan sipil tidak otomatis membatalkan kewenangan Polri untuk menugaskan personelnya di kementerian atau lembaga negara lainnya.
Menurutnya, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri sama sekali tidak mengatur larangan bagi anggota kepolisian aktif untuk ditugaskan di luar institusi Polri, selama penugasan itu sejalan dengan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan aturan manajemen pegawai negeri sipil.
“Undang-undang Polri hanya membatasi bagi anggota yang ingin menduduki jabatan politik seperti DPR, kepala daerah, atau menteri, itu wajib mengundurkan diri. Tapi di luar itu, penugasan di lembaga atau kementerian tetap sah selama sesuai aturan ASN,” tegas Rullyandi dilansir, Sabtu (15/11/2025).
Ia mencontohkan, jika ada kebutuhan instansi pemerintah terhadap tenaga profesional dari unsur kepolisian, maka proses penempatannya dilakukan dengan mekanisme penyetaraan jabatan yang diatur dalam peraturan pemerintah dan disetujui oleh Kementerian PANRB.
“Tidak ada masalah bila anggota Polri tetap ditugaskan di kementerian atau lembaga, sepanjang mekanismenya melalui koridor hukum ASN dan mendapat persetujuan dari Kemenpan RB,” katanya.
Rullyandi menilai, putusan MK terbaru tidak serta-merta menghapus dasar hukum bagi Polri untuk menugaskan anggotanya di luar institusi. Selama penugasan tersebut bukan dalam ranah politik praktis, maka secara hukum tetap diperbolehkan.
“Dengan putusan MK hari ini, posisi Polri tetap sah untuk menugaskan personelnya di luar struktur, sepanjang itu melaksanakan ketentuan Undang-Undang ASN dan peraturan pemerintah tentang manajemen PNS. Jadi tidak ada persoalan hukum,” jelasnya.
Ia pun mengingatkan publik agar tidak salah menafsirkan putusan MK tersebut sebagai pelarangan total bagi anggota kepolisian aktif untuk menjalankan tugas di luar institusi.
“Yang dilarang itu adalah jabatan politik, bukan penugasan struktural yang sifatnya administratif atau fungsional. Jadi tetap sah dan konstitusional,” pungkasnya.
