Jakarta, JurnalBabel.com – Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha), Azmi Syahputra, meminta pelaksanaan pelimpahan wewenang PT Pertamina kepada Holding dan Sub-holdingnya harus ditunda demi hukum.
PT Pertamina telah melaksanakan acara Ceremony Pelimpahan Kewenangan dan Pemberian Kuasa dari Holding ke Subholding Pertamina yang diselenggarakan di Taman Patra, Jakarta pada Rabu, 24 Maret 2021 lalu. Dimana diketahui pada hari tersebut Pertamina telah memberikan kewenangan berikut tanggung jawabnya yang disebut delegasi. Diserahkan sepenuhnya kepada sub-holding, dimana peran dari holding sebagai pemegang saham dan menjalankan fungsi integrated.
“Pertamina sudah curi start duluan, karena semestinya ada kewajiban yang harus diselesaikan oleh Pertamina sebelum melakukan aksi korporasi, yaitu apakah Pertamina sudah menyelesaikan terlebih dahulu hal-hal yang berkaitan dengan Tax Exposure atas bisnis, aset dan saham, Participating Interest dan biaya BPHTB, termasuk mengharmonisasikan seluruh perangkat payung hukumnya,” kata Azmi Syahputra di Jakarta, Rabu (30/6/2021).
Lebih lanjut Azmi mengatakan ini merupakan syarat compliance yang harus dipenuhi oleh Pertamina. Hal ini tertuang dalam surat sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor B.0228/Seskab/Ekon/6/2021 tertanggal 25 Juni 2021 yang mengacu pada rapat internal tentang holding dan sub holding PT Pertamina tanggal 22 Juni 2021 dan arahan Presiden Jokowi.
“Jika persyarat ini belum dilakukan namun Pertamina sudah melakukan aksi korporasi, maka demi hukum segala proses operasional terkait kewenangan dan pemberian kuasa dari Holding ke Subholding harus ditunda sampai dilaksanakan kewajiban hukum Pertamina,” tegasnya.
“Karena sudah ada fakta bahwa telah terjadi tindakan korporasi, sementara masih ada kewajiban dan arahan Presiden yang belum dilaksanakan maka sebaiknya
ditunda saja, atau bahkan dibatalkan untuk hal-hal yang telah dilakukan, guna dilakukan penyesuaian sesuai arahan agar jelas dan benar aspek legal formalnya. Termasuk antisipasi agar tidak terjadi pelanggaran hukum dan kerugian keuangan negara,” tambahnya.
Selain itu, surat yang di dalamnya mengacu pada arahan Presiden ini harus dipatuhi dan dilaksanakan, karena sifatnya sebagai norma jabaran yang mengikat para pejabat dalam hal ini Menteri terkait yang disebut dalam surat tersebut untuk dilaksanakan .
Ironisnya, kata Azmi, dalam peristiwa ini terlihat menjadi lebih aneh bagi insitusi PT Pertamina jika sampai saat ini belum mememuhi persyaratan termasuk masih ada arahan pemerintah, namun cendrung lebih nekat sudah melakukan aksi korporasi. Artinya Pertamina patut diduga melakukan pelanggaran sekaligus penyimpangan.
Azmi menerangkan, bilamana ini terbukti maka artinya Dirut, beserta seluruh Direktur, termasuk dirut dan Direktur anak Perusahaan atau subholding, serta Komut serta para komisaris dan para komisaris anak perusahaan atau subholding telah melanggar asas good corporate governance(GCG).
“Ini suatu tindakan yang mencederai pada bangsa dan negara, yang menyimpang dari asas tertib penyelenggara negara karenanya patut diduga dalam tindakan hukum ini ada penyimpangan dalam process bisnis, karenanya demi akuntabilitas hal ini perlu ditelusuri oleh penegak hukum,” tegasnya lagi.
Dikatakan Azmi, kata kuncinya restrukturisasi PT Pertamina baru dapat dilakukan dan sah bila syarat legal aspek dan menyangkut hukum keuangan negara tersebut harus dipenuhi terlebih dahulu.
“Jika ini tidak dituntaskan dan clear maka patut diduga Pertamina dan pihak pihak tertentu sengaja menunda kewajiban dan akan escape menghindar dari kewajibannya karena akan menjadi hambatan sekaligus lebih rumit untuk ditelusuri pelanggaran hukumnya ketika telah menjadi Holding dan Subholding,” pungkasnya. (Bie)