Jakarta, JurnalBabel.com – Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menetapkan tanaman ganja sebagai satu di antara tanaman obat komoditas binaan Kementerian Pertanian (Kementan).
Ketetapan itu tercantum dalam Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian yang ditandatangani Menteri Syahrul sejak 3 Februari lalu.
Namun, Kementan memutuskan mencabut sementara Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 yang melegalkan ganja menjadi tanaman obat.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi IX DPR Wenny Haryanto mengungkapkan bahwa sebenarnya Surat Keputusan Nomor 184/KPTS/HK.140/M/2/2020 yang di dalamnya terdaftar ganja atau cannabis sativa masuk ke dalam komoditas tanaman obat bukanlah hal baru di Indonesia.
Pasalnya, kata Wenny, sebelumnya sudah ada Keputusan Menteri Pertanian Nomor 141/Kpts/HK.150/M/2/2019 tentang Jenis Komoditas Tanaman Binaan Lingkup Kementan yang sudah diterbitkan sebelumnya.
“Tanaman Ganja itu masuk ke dalam jenis tanaman psikotropika, tetapi juga telah masuk ke dalam kelompok tanaman obat sejak 2006 dengan Kepmentan Nomor 511/2006,” ungkap Wenny Haryanto dalam keterangan tertulisnya, Senin (31/8/2020).
Pada tahun tersebut, lanjut Wenny, pembinaan dilakukan dengan cara mengalihkan petani ganja untuk bertanam jenis tanaman produktif lainnya dan memusnahkan tanaman ganja yang ada saat itu.
Menurut politisi Partai Golkar ini, pengaturan ganja sebagai kelompok komoditas tanaman obat itu hanya
berlaku bagi tanaman ganja yang ditanam untuk kepentingan pelayanan medis dan atau ilmu pengetahuan, dan secara legal oleh UU Narkotika.
“Akan tetapi belum ada satu pun petani ganja yang dilegalkan dan menjadi binaan Kementan,” katanya.
Dari sisi UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, ganja dan hasil turunannya hanya boleh dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian dan ilmu pengetahuan serta dilarang digunakan untuk kepentingan kesehatan.
“Sehingga Keputusan Mentan ini tentu bertentangan dengan UU Nomor 35 Tahun 2009 tersebut,” ujarnya.
Wenny mengakui bahwa memang banyak sekali artikel yang menuliskan tentang manfaat ganja untuk
pengobatan atau terapi Kesehatan. Akan tetapi ia meminta hendaknya Mentan harus mengkoordinasikan masalah ini kepada Institusi penegak hukum, yakni BNN dan Polri, agar semangat pemberantasan narkoba tidak kendur atau bahkan kalah dengan Keputusan Mentan tersebut.
Sehingga ia menilai pilihan mencabut Keputusan Mentan tersebut adalah sangat baik.
Selanjutnya legislator asal Jawa Barat ini menghimbau Mentan jangan jalan sendiri untuk urusan ini. Sebab, Wenny melihat Mentan seperti jalan sendiri dan offside akan tugasnya, seperti temuan klaim obat Covid 19 oleh Mentan beberapa waktu yang lalu.
“Untuk urusan obat-obatan, jika niatnya baik, berkomunikasikan dengan Menteri Kesehatan dan BPOM. Bekerjasama dengan baik, kalaupun niatnya baik untuk menjadikan tanaman ganja sebagai obat-obatan, berkordinasilah dengan aparat penegak hukum,” harapnya. (Bie)