Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi I DPR Syaiful Bahri Anshori menyatakan pelibatan TNI menangani terorisme seperti yang diatur dalam Rancangan Peraturan Presiden tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Baik itu Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI maupun UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubatan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Terorisme menjadi UU.
“Berilah kesempatan kepada TNI untuk terlibat dalam pemberantasan teroris. Toh itu juga tidak melanggar UU,” kata Syaiful Bahri Anshori saat dihubungi, Selasa (4/8/2020).
Mantan Wakil Ketua Pansus RUU Terorisme ini menjelaskan di dalam UU TNI disebutkan bahwa TNI diberi kewenangan untuk terlibat dalam operasi militer selain perang yang didalamnya termasuk pemberantasan teroris, penanggulangan bencana dan lainnya. Sebab itu, Syaiful Bahri meminta jangan terlalu miring melihat masa lalu yang memang TNI pernah di salahgunakan oleh oknum TNI.
“Toh kita sepakat teroris itu bukan kejahatan biasa, tapi kejahatan yang luar biasa bahkan kejahatan yang luar biasa dan lintas negara,” jelasnya.
Lebih lanjut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengungkapkan dalam UU Terorisme ada dalam satu pasal tentang pemberanrasan teroris itu salah satunya disebut deradikalisasi. “Di dalam deradikalisasi ini melibatkan banyak komponen masyarakat termasuk TNI,” ungkapnya.
Legislator asal Jawa Timur ini juga berpandangan sangat wajar kalau melibatkan TNI dalam pemberantasan teroris. Bukan hanya TNI, tambahnya, bahkan komponen masyarakat untuk bersama-sama memberantas teroris, tokoh masyarakat, agama, pemuda, buruh dan lainnya.
“Karena yang namanya teroris sudah masuk di dalam semua lapisan masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak pemerintah dan DPR terbuka kepada publik terkait pembahasan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas Tentara Nasional Indonesia dalam Mengatasi aksi terorisme.
Penolakan muncul karena rancangan aturan tersebut diyakini dapat mengancam kehidupan demokrasi dan HAM di Indonesia. Alasannya, karena rancangan tersebut memberikan kewenangan yang luas dan berlebih kepada TNI dalam mengatasi aksi terorisme.
Selain itu, rancangan Perpres tersebut akan merusak desain reformasi sektor keamanan. Sementara amanat reformasi telah meletakkan TNI sebagai alat pertahanan. Sedangkan, Polri sebagai instrumen menjaga keamanan, menciptakan ketertiban, dan penegakan hukum. (Bie)