Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR, Supriyanto berharap Undang-Undang (UU) Pemilu dan UU Pilkada tidak di revisi setiap lima tahun sekali atau menjelang pesta demokrasi nasional maupun tingkat lokal tersebut.
Hal tersebut dikatakan oleh Supriyanto saat dihubungi, Minggu (31/1/2021), menanggapi dalam draf Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (RUU) Pemilu sementara yang diterima wartawan, Pasal 731 Ayat 2 dan 3 dimuat ketentuan bahwa Pilkada serentak dilaksanakan pada 2022 dan 2023.
Kemudian, Pasal 734 menyebutkan bahwa Pilkada serentak akan dilangsungkan pada tahun 2027 dan selanjutnya diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan yang dimuat UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pada Pasal 201 Ayat 8 disebutkan bahwa Pilkada serentak telah ditetapkan digelar pada November 2024.
Pelaksanaan Pilkada ini akan berdekatan dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) pada April 2024.
“Saya secara prinsip setuju kalau bangsa Indonesia ini harus mulai berlatih untuk secara konsisten tidak merubah UU Pemilu/Pilkada setiap menghadapi gelaran Pemilu,” kata Supriyanto.
RUU Pemilu yang diusulkan oleh Komisi II DPR sedang dalam tahap harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Rencananya, apabila disetujui dalam Paripurna DPR terdekat, RUU tersebut dimasukkan dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2021.
Lebih lanjut Supriyanto mempunyai beberapa alasan mengapa UU Pemilu dan Pilkada tidak di revisi setiap 5 tahun sekali atau setiap satu periode masa jabatan anggota DPR.
Pertama, sebuah UU itu idealnya secara teori digunakan untuk waktu yang cukup panjang.
“Tidak setiap mau Pemilu, bongkar pasang UU Pemilu” tegas politisi Partai Gerindra ini.
Kedua, setiap UU yang disusun pasti secara substansi maupun materi, pasti ada kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Ketiga, setiap perubahan UU pasti mempengaruhi semua kebijakan stabilitas nasional dan stabilitas politik.
“Jika UU Pemilu/Pilkada terus berubah-ubah, maka akan mempersulit perencanaa anggaran Pemilu dan Pilkada. Stabilitas politik bisa terganggu,” pungkas legislator asal Jawa Timur ini. (Bie)