Jakarta, JurnalBabel.com – Gubernur harus taat azas dalam menjalankan kebijakan pemerintah pusat terkait penunjukan penjabat (Pj) kepada daerah. Sebab, Pj kepala daerah ini muncul sebagai konsekuensi dari penyelenggaran Pilkada serentak 2024, yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Selain itu, pembentukan aturan teknis terkait pengisian Pj kepala daerah merupakan mandat dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 67/PUU-XX/2022.
Demikian dikatakan oleh Anggota Komisi II DPR, Supriyanto, melalui keterangan tertulisnya, Selasa (24/5/2022), menanggapi hingga saat ini, terdapat dua pemerintah daerah yang menolak melantik Pj bupati di daerahnya.
Pertama, Pemerintah Provinsi Maluku Utara, yang seharusnya melakukan pelantikan Pj Bupati Pulau Morotai pada Minggu (22/5/2022) kemarin.
Kedua, yakni Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi yang juga menunda pelantikan penjabat bupati di tiga wilayahnya, yakni Kabupaten Buton Selatan, Muna Barat, dan Buton Tengah.
Salah satu yang menjadi pemicu Pj tersebut tidak lantik, karena Pj yang diusulkan oleh Gubernur tersebut tidak ditunjuk oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Yang mesti harus dipahami bahwa daerah Provinsi mempunyai dua peran dan fungsi. Pertama, sebagai daerah otonom. Kedua, sebagai perwakilan Pemerintah pusat yang ada di daerah,” jelas Supriyanto.
Lebih lanjut Supriyanto mengatakan bahwa pengisian Pj Kepala Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan merupakan kewenangan pemerintah pusat. Dalam hal ini Kemendagri/Mendagri.
Sebab itu, politisi Partai Gerindra ini yakin Kemendagri telah melakukan seleksi dengan teliti terkait persyaratan Pj Kepala Daerah. Di samping itu juga mempertimbangan beberapa aspek penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
“Jadi gubernur wajib melantik penjabat kepala daerah yang diputuskan oleh pemerintah pusat,” katanya menegaskan.
(Bie)