Jakarta, JurnalBabel.com – Penemuan kasus positif baru Covid-19 di Indonesia yang semakin meningkat akhir-akhir ini, telah membuat semua pihak resah.
Beriringan dengan itu, berkembang narasi yang menuntut penundaan kembali Pilkada Serentak 2020. Pilkada ditengarai akan menjadi kluster baru penyebaran Covid-19 dan mendiskreditkan ihwal kesehatan masyarakat.
Berseberangan dengan narasi tersebut, Anggota Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin merasa Pilkada Serentak 2020 penting untuk tetap diselenggarakan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Sebab, proses demokrasi juga harus tetap berjalan guna memastikan jalannya roda pemerintahan.
“Tidak ada satupun yang tahu kapan Covid-19 akan berakhir), maka mustahil menunda Pilkada sampai Indonesia benar-benar dinyatakan bebas Covid-19,” kata Zulfikar dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/9/2020).
Pilkada serentak 2020 awalnya dijadwalkan digelar pada 23 September 2020. Akibat pandemi Covid-19, diundur menjadi 9 Desember 2020. Hal itu diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada.
Lebih lanjut politisi Partai Golkar ini mengatakan penyelenggaraan Pilkada juga akan menjamin kesetaraan kesempatan warga negara dalam pemerintahan dan kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah.
“Semangatnya adalah memastikan perlindungan nyawa dan kedaulatan rakyat Indonesia,” ujarnya.
Keberlangsungan Pilkada juga mendesak. Sebab, papar dia, norma dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah menyatakan secara jelas masa jabatan kepala/wakil kepala daerah hanya 5 (lima) tahun sejak pelantikan dan tidak menerangkan lebih lanjut mengenai pergantian jabatan kepala/wakil kepala daerah pasca selesai masa jabatan.
Selain itu, UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala/Wakil Kepala Daerah juga menegaskan bahwa pemilihan kepala/wakil kepala daerah musti berlangsung 5 (lima) tahun sekali.
“Oleh karena itu, yang perlu dilakukan saat ini adalah sikap adaptif. Yakni menyesuaikan segala tahapan Pilkada dengan protokol kesehatan,” tuturnya.
Tidak bermaksud mensimplifikasi persoalan, legislator asal Jawa Timur ini menawarkan lima jalan keluar dalam mempertemukan titik keseimbangan demokrasi dan keselamatan warga negara yang akan meminimalisir kekhawatiran warga terhadap dampak Pilkada 2020.
Pertama, adalah penyadaran. Semua pihak, terutama Pemerintah dan Penyelenggara perlu secara masif dan maksimal menyadarkan masyarakat tentang betapa bahayanya Covid-19.
Kedua, ketersediaan anggaran. Guna mencapai efektivitas dan efisiensi kinerja Penyelenggara, maka anggaran Pilkada 2020 harus segera terpenuhi semua. Terlebih jika semangat alokasinya menuju pada penyelamatan nyawa warga negara.
Ketiga, peralatan. Pemenuhan kebutuhan Alat Perlindungan Diri selama Pilkada 2020 harus berbasis pemilih dan TPS. Ini menjadi penting sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pemilihan.
Keempat, penegakan hukum. Semua pihak perlu bersikap tegas tanpa kompromi jika terjadi pelanggaran protokol kesehatan.
Pasal 11 PKPU Nomor 6 Tahun 2020 menegaskan bahwa setiap pelanggar protokol pencegahan dan pengendalian Covid-19 dapat ditegur ataupun dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Itu artinya, bila Paslon, Penyelenggara, Pemilih, dan Warga tidak mengindahkan protokol kesehatan, Zulfikar rasa Indonesia tidak kekurangan mekanisme sanksi yang bisa diberlakukan.
“Indonesia memiliki UU Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan,” jelasnya.
Kelima, adalah Force Majeure. Konstruksi UU Nomor 10 Tahun 2016 memberi ruang adanya pemilihan lanjutan dan pemilihan susulan. Jadi, jika di suatu daerah benar-benar berstatus Zona Hitam atau terjadi transmisi Covid-19 secara cepat dan meluas, maka opsi penundaan lokal patut untuk dipertimbangkan.
“Pada intinya, Pilkada 2020 penting untuk dilaksanakan dan tidak pelu ditunda lagi. Bukan karena abai terhadap kesehatan, tetapi karena ada aspek kepastian hukum dan pemerintahan yang harus dipenuhi,” tegasnya.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini mengharapkan semua pihak saling bekerja sama untuk memastikan Pilkada Serentak 2020 tidak menjadi kluster baru penyebaran Covid-19.
“Kalau kita sudah putuskan 9 Desember itu Pilkada, mari kita sama-sama bertanggung jawab agar proses demokrasi ini tetap menyelamatkan nyawa manusia,” pungkasnya. (Bie)