Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Wihadi Wiyanto, mendorong pembentukan Undang-Undang (UU) Perampasan Aset untuk membantu penyelesaian kasus hak tagih negara bagi utang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Pasalnya, kata Wihadi, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI tidak memiliki dasar hukum yang kuat yang berupa Tap MPR.
Hal tersebut disampaikannya dalam Diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk ‘Menakar Efektivitas Kinerja Satgas BLBI’ yang diselenggarakan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/3/2023).
“Undang-Undang Perampasan Aset ini perlu kita dorong, sehingga apa yang menjadi aset BLBI itu kemarin itu bisa kita rampas oleh negara dengan kondisi kenaikan seperti itu. Dengan kenaikan harga yang mungkin sudah berkali lipat,” kata Wihadi.
Mengenai pembentukan Undang-undang Perampasan Aset, Wihadi mengembalikan kepada kesiapan pemerintah.
“Tetapi UU Perampasan Aset ini, negara siap atau tidak untuk membuat undang-undang? Jangan-jangan pemerintah sendiri yang gak siap untuk membuat undang-undang itu,” ucapnya.
Diketahui, Presiden Jokowi telah meneken Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
Konsekuensi dari Keppres tersebut adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selaku Ketua Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI), melantik Kelompok Kerja (Pokja) Satgas BLBI dan Sekretariat, pada Juni 2021.
Adapun Satgas BLBI dibentuk dalam rangka penanganan dan pemulihan hak negara berupa hak tagih negara atas sisa piutang negara dari dana BLBI maupun aset properti.
Masa kerja Satgas ini memiliki tenggat hingga Desember 2023 untuk memburu 48 obligor dan debitur dana BLBI. Sesuai amanat Keppres, Satgas mesti bisa mengeksekusi utang Rp 110,45 triliun dari para obligor tersebut.
Di sisi lain, Wihadi pun mempertanyakan pendataan aset yang dijaminkan saat diberlakukannya BLBI pada kurun waktu tahun 1998 itu.
Menurutnya, besar kemungkinan adanya aset yang tercecer terlebih saat adanya penguasaan secara fisik atau tanpa sertifikat.
“Pendataan dari BLBI sampai sekarang dari pemerintah itu sudah ada belum membuat satu data mengenai masalah BLBI itu di mana saja? kemana saja tercecer secara transparan yang ini merupakan aset negara. Aset-aset negara ini tentunya bahwa pada saat di BLBI ini berarti tidak dirampas, artinya hanya dijaminkan tapi jaminkan hanya tempatnya saja, sertifikatnya tidak ada, kalau ini terjadi kita dorong mengenai undang-undang perampasan aset,” ujar Politisi Fraksi Partai Gerindra itu.
Selain itu, kata dia, usulan pembentukan panitia khusus (pansus) oleh DPR juga tidak ada masalah jika memang hal tersebut dibutuhkan. Hal ini mengingat masa kerja Satgas BLBI ini akan berakhir pada bulan Desember mendatang.
“Saya kira boleh-boleh saja diusulkan mengenai masalah pansus ini karena banyak juga yang merasa kepastian hukumnya tidak pasti,” katanya.
(Bie)