Jakarta, JurnalBabel.com – Mantan Kapolda Sumatera Selatan yang kini menjabat sebagai Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Polri Komjen Pol Firli Bahuri terpilih menjadi Ketua KPK periode 2019-2023. Ia baru akan dilantik sebagai ketua lembaga antirasuah itu oleh Presiden Jokowi pada pertengahan desember ini.
Kapolri Jenderal Pol Idham Azis belum lama ini ditanya oleh Ketua Komisi III DPR Herman Hery terkait kemungkinan rangkap jabatan Firli Bahuri ketika nantinya resmi menjadi Ketua KPK. Rangkap jabatan yang dimaksud yakni Firli Bahuri juga menjabat sebagai Kabaharkam Polri.
Kapolri menjawab bahwa Firli Bahuri harus mundur dari jabatannya sebagai Kabaharkam. Namun, Firli tidak perlu mundur sebagai anggota Polri. Ketentuan itu mengacu pada Pasal 29 huruf i dan j Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang mengatur syarat diangkat sebagai pimpinan KPK.
Pasal 29 huruf i berbunyi “melepaskan jabatan struktural dan atau jabatan lainnya selama menjadi anggota KPK.” Sementara pasal 29 huruf j berbunyi “tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota KPK.”
Hal ini menjadi polemik di masyarakat karena rangkap jabatan Firli Bahuri apabila tidak mundur dari anggota Polri, akan menimbulkan konflik kepentingan dan independensi KPK dalam menangani kasus terancam. Utamanya apabila sedang menangani kasus yang berhubungan dengan Polri.
Menanggapi hal itu, anggota komisi III DPR, Santoso, mengatakan Polri dan pemerintah harus membuat terobosan terhadap anggota Polri yang menjabat dalam lembaga atau institusi lain harus mundur atau non aktif dari jabatan di institusi asalnya. Menurutnya, hal itu agar tidak terjadi konflik interest terhadap asal institusinya.
Santoso meminta hal itu karena tidak ada aturan perundangan-undangan yang mengatur anggota Polri harus mundur dari jabatannya apabila bertugas di lembaga lain. Implementasinya, kata Santoso, Presiden Jokowi bisa mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) atau Kapolri Idham Azis membuat Peraturan Kapolri bagi anggota Polri.
“Untuk cepat melalui Perpres atau peraturan Kapolri bagi anggota Polri,” ujar Santoso saat dihubungi di Jakarta, Minggu (1/12/2019).
Lebih lanjut anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini mengatakan ke depannya juga perlu diatur dalam peraturan yang lebih kuat yakni dengan merevisi UU KPK, UU Kepolisian dan UU Aparatur Sipil Negara.
“Kalau melalui UU, lama proses pembentukan/revisi. Sementara pimpinan KPK dilantik bulan ini,” katanya.
Ketua DPD DKI Jakarta Partai Demokrat ini sebenarnya tidak masalah Firli Bahuri tidak mundur dari anggota Polri. Dengan catatan, Firli Bahuri harus kedepankan profesionalisme dalam memberantas korupsi, independen dan harus berani melakukan penindakan kasus-kasus korupsi di Polri.
“Independensinya harus kuat,” tegasnya.
Terkait pimpinan KPK sebelumnya yang juga berasal dari Polri seperti Taufiequrrahman Ruki, Bibit Samad Rianto dan Basaria Panjaitan, mundur dari Polri setelah resmi dilantik jadi pimpinan lembaga antirasuah ini, Santoso menilai hal itu kembali kepada pribadi masing-masing.
“Itu pribadi dia. Kita tidak bisa mendesak mundur. Harus taat asas,” pungkasnya.
Ahli hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Achmad sepakat dengan Santoso bahwa perlu dibuat aturan anggota Polri jadi pimpinan KPK harus mundur dari Polri. Bukan sekedar hanya melepaskan jabatan di instansi sebelumnya.
“Meski tidak ada aturan yang dilanggar Firli Bahuri tidak harus mundur, tapi perlu dipikirkan membuat aturan menjadi pimpinan KPK harus mundur dari jabatan instansi sebelumnya,” kata Suparji Achmad saat dihubungi terpisah. (Bie)
Editor: Bobby