Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR Ashabul Kahfi menyatakan sebenarnya putusan Mahkamah Agung membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk semua kelas merupakan jeritan nurani rakyat.
“Kami di DPR, sejak dilantik telah menyuarakan pandangan serupa,” ujar Ashabul Kahfi saat dihubungi di Jakarta, Senin (9/3/2020).
Menurutnya, sudah tak terhitung berapa kali Komisi IX bersidang bersama Kemenkes dan BPJS Kesehatan. “Suara kami sebagai wakil rakyat tak berubah. Bahkan kerap kali kami bersidang hingga dini hari. Namun tembok kekuasaan seolah buta dan tuli. Palu yudikatif sudah berbunyi, sebagai negara hukum, Pemerintah wajib taat,” katanya.
Di sisi lain, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyadari bahwa kita masih membutuhkan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional yang holistik. Begitu juga mengenai defisit BPJS Kesehatan, katanya, perlu dicarikan solusi. “DPR sebenarnya telah memberi saran agar menggunakan dana jaminan sosial (DJS). Sekarang, eksekusi kebijakan ada di tangan eksekutif,” tuturnya.
Sesudah reses, Ashabul Kahfi mengatakan agenda pertama kami di Komisi IX. “Intinya, kami mendukung putusan MA, dan siap bersama-sama Pemerintah untuk mencari kebijakan terbaik yang merupakan solusi defisit BPJS,” katanya.
Legislator dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan juga memohon rakyat memberi dukungan. “Insya allah kami akan mencari jalan keluar terbaik, yang menaati putusan MA, sekaligus menyelamatkan BPJS dari defisit,” pungkasnya.
Sebelumnya Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan semua kelas melalui permohonan uji materi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang dibacakan pada Kamis (27/2/2020), dengan perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) pada Desember 2019.
Dikutip dari dokumen putusan MA, menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan di atasnya, antara lain UUD 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Adapun pasal ini menjelaskan tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen.
“Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres RI Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Tidak Mempunyai Hukum Mengikat,” demikian putusan tersebut.
Secara rinci, ini bunyi pasal yang dinyatakan tidak mempunyai hukum mengikat:
Pasal 34
(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
a. Rp 42.000,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau
c. Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I. (Bie)
Editor: Bobby