Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi V DPR, Suryadi Jaya Purnama, menyoroti pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam sebuah acara diskusi dengan pemimpin redaksi secara online, Kamis, (23/04/2020).
Kedua Menteri di Kabinet Jokowi ini membuat pernyataan yang tidak sinkron satu sama lain. Sri Mulyani menyebut selain anggaran infrastruktur dasar proyek Ibu Kota baru, Kementerian PUPR mengalihkan alokasi belanja modal ke biaya untuk menyiapkan rumah sakit. Dari total anggaran belanja modal Kementerian PUPR yang jumlahnya mencapai Rp 120 triliun, sebagian sudah dialihkan. Salah satu proyek adalah rumah sakit khusus Covid-19 di Pulau Galang, Kepulauan Riau.
Sementara Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, yang disampaikan dalam rapat bersama Komisi V DPR beberapa waktu lalu, menyatakan bahwa tidak ada satupun kegiatan dalam anggaran infrastruktur untuk IKN pada tahun 2020 karena belum ada payung hukumnya yaitu Undang-Undang IKN, sehingga belum ada pengalokasian.
Akibat ketidaksinkronan ini, Suryadi menilai di internal Pemerintah sendiri tidak kompak mengenai rencana pemindahan IKN dan hal tersebut menunjukkan ketidaksiapan Pemerintah mengenai rencana yang sudah dikampanyekan besar-besaran tersebut.
“Kami melihat rencana kerja pemerintah tentang pemindahan ibukota ini cukup kacau, jadi sebaiknya tidak perlu dilanjutkan,” kata pria akrab disapa SJP dalam keterangan pers, Senin (27/4/2020).
Menurut politikus PKS ini, jangan sampai bencana ini dijadikan obyek pencitraan oleh Pemerintah, dengan seolah-olah memperlihatkan keberpihakan pada rakyat dengan mengalihkan anggaran proyek mewah tersebut padahal sebenarnya anggaran itu sendiri tidak pernah ada.
Namun, SJP menambahkan, lebih penting daripada itu, Pemerintah seharusnya membatalkan rencana pemindahan IKN ini dan fokus pada penanganan covid19 saat ini beserta dampaknya. Karena dampak ekonominya diperkirakan akan sangat dalam dan membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk memulihkannya kembali.
“Hal ini dibutuhkan untuk memperlihatkan bahwa Pemerintah memiliki sense of crisis terhadap bencana yang sedang dialami oleh Bangsa dan Negara Indonesia,” tegas anggota komisi V DPR ini.
Sebagaimana diketahui total anggaran pemindahan IKN diperkirakan sebesar 466T, dan dari besaran tersebut sekitar 96T akan menggunakan APBN yang dibagi dalam beberapa tahap mulai dari 2021 hingga 2024.
Artinya setiap tahun ada dana sekitar 25T yang digunakan untuk pemindahan IKN padahal kondisi ekonomi diprediksi sedang merosot dan masih mengalami pemulihan.
Presiden Jokowi sendiri mengakui, target pembangunan dan pertumbuhan ekonomi pada 2020 tidak akan bisa diraih dan ekonomi Indonesia akan merosot signifikan.
Menkeu Sri Mulyani sendiri memprediksi pada skenario sangat berat pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada pada angka -0,4%.
Padahal di saat kondisi normal saja, sebelum terjadinya wabah, pemindahan IKN menuai banyak kontroversi karena dianggap tidak memiliki dampak ekonomi yang signifikan.
Bahkan peneliti INDEF, Rizal Taufikurahman, melalui perhitungan dari model yang dapat dipertanggungjawabkan, pemindahan IKN ke Kalimantan Timur diperkirakan tidak akan memberikan pengaruh apa apa terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Oleh sebab itu, terkait dengan wabah Covid19 ini Suryadi berpendapat bahwa Pemerintah seharusnya secara tegas membatalkan proyek pemindahan IKN untuk lebih memperlihatkan keberpihakan pada rakyat dan dana yang tadinya direncanakan sebagian diambil dari APBN, sebaiknya nanti dialihkan guna membantu jutaan rumah tangga kurang mampu dan juga stimulus bagi UMKM selama masa pemulihan nanti yang dapat memakan waktu yang lama.
“Hal ini agar dana tersebut dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas melalui pemberian stimulus tersebut”, tutup SJP. (Bie)
Editor: Bobby