Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VI DPR, Hendrik Lewerissa meminta pihak aparat Kepolisian untuk terbuka dalam menyampaikan hasil penyelidikan terkait penyebab kebakaran kilang minyak milik Pertamina di Cilacap. Pasalnya, transparansi kepada publik sangat dibutuhkan untuk mencegah spekulasi yang simpang siur terkait penyebab kebakaran tersebut.
“Jika benar penyebab kebakaran adalah karena tindakan sengaja dari manusia, maka harus diusut apa motivasi pelakunya? Apakah pelaku bertindak seorang diri ataukah ada aktor intelektual dibalik itu? Dan kepada pelaku harus diproses hukum dan dikenakan sanki hukum yang maksimal,” kata Hendrik Lewerissa kepada wartawan, Rabu (17/11/2021).
Berdasarkan hasil penyelidikan sementara aparat kepolisian diketahui bahwa penyebab kebakaran tersebut adalah sambaran petir.
Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Iqbal Alqudusy juga menjelaskan, pihaknya dibantu Tim Gabungan Mabes Polri dan Polres Cilacap telah melakukan pemeriksaan terhadap 13 saksi internal maupun eksternal untuk kelengkapan dokumen pendukung. Termasuk di antaranya petugas lead electrical enginering atau petugas rekayasa kelistrikan.
Apabila dari hasil penyelidikan didapatkan ada unsur kelalaian manusia, kata Hendrik, maka harus diberlakukan hukuman maksimal. Mengapa demikian? Karena tangki atau kilang minyak adalah aset strategis nasional yang terkait langsung dengan kepentingan umum dan menyangkut hajat hidup orang banyak.
“Beri sanksi yang maksimal agar ada efek jera (deterent effect),” tegas politisi Partai Gerindra ini.
Hendrik juga meminta dilakukan audit teknis menyeluruh atas fasilitas dan aset-aset milik Pertamina. Juga melakukan evaluasi atas seluruh jajaran manajemen baik di kantor pusat Jakarta, maupun Cilacap.
“Saya mencium ada aroma tidak sehat ini, masa tahun ini saja sudah 3 kali terjadi kebakaran. Dimana fungsi manajemen resiko? Kalau karena alasan teknis, mestinya, dengan resiko yang baik maka kecelakaan karena alasan teknis dapat dihindari,” jelas legislator asal Maluku ini.
Hendrik menekankan, harus ada sanksi korporasi kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan atas pengelolaan dan perawatan tangki-tangki Pertamina tersebut.
“Jangan sampai tidak ada sanksi, enak benar itu. Kalau karena kelalaian (neglegence) ya dicopot, didemosi atau bila perlu diberhentikan agar kedepannya Pertamina tidak diisi oleh orang-orang yang punya resiko moral yang tinggi,” katanya.
Sepanjang 2021 atau tak sampai setahun, kilang-kilang minyak milik PT Pertamina (Persero) mengalami kebakaran sebanyak tiga kali.
Kejadian terakhir terbakarnya kilang minyak milik Pertamina terjadi pada Sabtu (13/11), yaitu kebakaran di Refinery Unit (RU) IV Cilacap Tangki 36T-102 milik Pertamina, yang berisi komponen Pertalite sebanyak 31.000 kiloliter, di Lomanis, Cilacap Tengah.
Pada lima bulan sebelumnya atau tepatnya Jumat (11/6), kebakaran juga terjadi di kilang Cilacap, yaitu area pertangkian 39 Pertamina RU IV Cilacap pukul 19.45 WIB, di bundwill tangki 39T-205.
Sebelumnya lagi, yaitu pada Senin (29/3), kebakaran juga terjadi di kilang minyak milik Pertamina di Balongan, Indramayu, Jawa Barat pada pukul 00.45 WIB dini hari.
Kebakaran yang melanda kilang di Balongan cukup besar sehingga proses pemadaman memakan waktu sampai 2 hari. (Bie)